Keuskupan Manggarai Bergerak untuk Melindungi Anak-anak

Keuskupan Manggarai Bergerak untuk Melindungi Anak-anak

“Sebenarnya ada banyak masalah di sini, tetapi kebanyakan diselesaikan dengan jalur kekeluargaan,” cerita Mikael (44), seorang tokoh agama di salah satu kecamatan yang berada di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi Mikael, yang juga berperan sebagai pengurus Justice, Peace and the Integrity Creation (JPIC) di paroki, hak-hak anak perlu dihargai dan dipenuhi, terutama bagi anak yang menjadi penyintas kekerasan. Anak-anak perlu mendapatkan keadilan. Ia makin sadar dan termotivasi untuk terlibat dalam aksi-aksi perlindungan anak sejak bertemu dengan WVI pada 2019 silam. 

Selain melakukan upaya di tingkat paroki, upaya perlindungan anak yang dilakukan bersama WVI terus tumbuh hingga ke tingkat institusi melalui kemitraan dengan Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng. Kemitraan ini terwujud dengan komitmen PUSPAS Keuskupan Ruteng untuk mengimplementasikan model Gereja Ramah Anak. Secara khusus PUSPAS Keuskupan Ruteng memberi titel yang lebih kontekstual yakni, Paroki Sayang Anak.  

Pemilihan terminologi ini melibatkan diskusi yang mendalam di antara para Romo di keuskupan, baik secara sosiologis, pedagogis maupun teologis. Paroki tempat Mikael melayani menjadi salah satu paroki di Manggarai Timur yang telah melakukan deklarasi sebagai Paroki Sayang Anak. Saat ini ada dua dari total tiga Paroki di Manggarai Timur yang telah melakukan deklarasi.  

Dengan gerakan ini, Mikael dan rekan-rekan lainnya mempelopori berbagai pekerjaan perlindungan anak di paroki. Dengan motto: “Menjadi Pelopor dan Pelapor”, Mikael mengerjakan program-program perlindungan anak yang terintegrasi dengan program kerja Dewan Pastoral Paroki. Tujuannya adalah untuk mewujudkan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak-anak di kecamatan dampingan paroki.  

Dalam menanggapi kasus-kasus kekerasan pada anak, Mikael tidak bekerja sendiri. Dia bekerja sama dengan unit-unit Gerejawi lainnya, seperti sekolah dan biara untuk melakukan berbagai edukasi melalui sosialisasi preventif maupun penanganan penyintas dan rehabilitasi. Mikael juga menggandeng tenaga profesional, seperti psikolog anak. 

Manggarai merupakan salah satu wilayah di Nusa Tenggara Timur yang masih kental dengan budaya patriarki. Sistem sosial di sana menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam berbagai bidang. Perempuan dan anak menjadi masyarakat kelas dua. Mikael dan rekan-rekannya yang mendapatkan peningkatan kapasitas melalui lokakarya Saluran Harapan Perlindungan Anak dan Gender, serta pelatihan Pengasuhan dengan Cinta (PDC) menyadari pentingnya kesetaraan gender yang dimulai dari keluarga, terutama yang berkaitan erat dengan pengasuhan anak. 

Mereka menginisiasi Kelompok Pendukung Orang tua (Parent Support Group/PSG) yang setiap bulan  rutin bertemu untuk mendukung keluarga-keluarga dalam pola pengasuhan. Minat masyarakat terus tumbuh. Awalnya diikuti oleh tujuh keluarga, dan saat ini telah bertambah menjadi 11 keluarga. 

Melihat kuatnya pengaruh budaya dalam kehidupan masyarakat di Manggarai, Mikael berharap dapat memfasilitasi ruang dialog antara Gereja dan para tokoh adat. “Menurut saya, peran strategis para tokoh adat adalah pada peningkatan kesadaran dan mobilisasi masyarakat. Tugas mereka bukan pada penanganan tetapi untuk mengedukasi terus-menerus serta memobilisasi perubahan di masyarakat,” ujarnya. 

Mikael yang sehari-hari bekerja sebagai guru SMP, berencana meningkatkan kapasitas pengurus Kelompok Basis Gereja yang ada di Paroki, terutama dalam hal memahami peran strategis mereka sebagai pelopor dan pelapor serta sistem rujukan. 

Mike memberikan catatan penting bahwa tantangan yang menghambat masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan anak adalah rasa takut, malu, dan enggan berurusan dengan hukum karena pemahaman yang masih terbatas. Mike berkomitmen untuk mendorong perspektif baru sebelum menjadi pelapor yakni, menjadi informator. Artinya, setiap orang dimotivasi untuk menginformasikan adanya kasus kekerasan kepada Mikael dan rekan-rekannya yang telah dipercayakan oleh Paroki. Mereka akan ‘jemput bola’ dan menanganinya sesuai prosedur yang berlaku. Mikael menjadi salah satu inspirator bagi rekan di paroki lainnya yang saat ini bergerak menuju Paroki Sayang Anak. 

 

 

 

Penulis: Natalia M. Nunuhitu (Faith and Development Manager

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)


Artikel Terkait