Lebih Baik Air yang Mendaki ke Desa Kami

Lebih Baik Air yang Mendaki ke Desa Kami

Bayangkan, bila untuk mendapatkan air saja, kita perlu berjalan kaki dulu dari Monumen Nasional hingga Masjid Agung Sunda Kelapa. Padahal selama ini, kita hanya perlu beberapa langkah dan beberapa menit saja untuk mendapatkan kran yang mengalirkan air bersih. Apa yang akan terjadi jika kita harus berjalan sejauh jarak tersebut untuk mendapatkan air bersih? Setiap hari, hal inilah yang dialami anak dan masyarakat yang berada di salah satu desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. “Dulu, belum ada air bersih di dekat rumah. Saya harus jalan kaki kurang-lebih 3km pulang-pergi untuk ambil air di sungai. Saya jadi tidak ada waktu buat belajar dan main. Saya juga sering terlambat masuk sekolah. Sekarang setelah airnya dekat rumah, saya bisa belajar, main, dan sekolah dengan baik,” ujar Refsi, anak berusia 13 tahun ini. 

Sebelum air berhasil mendaki ke desanya, seorang anak yang bernama Refsi membutuhkan waktu berjalan kaki selama 1,5 sampai 2 jam untuk mengambil air. Ia harus menempuh jalan menurun dan mendaki yang berbatu-batu serta masih ditambah beban membawa berliter-liter air. Akses air bersih di desa tempat Refsi tinggal sangatlah sulit. Namun sekarang, Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan PT Sky Indonesia dan Indomaret, serta bermitra dengan masyarakat desa berhasil membangun jaringan air bersih yang tadinya terasa tidak mungkin. 

Desa ini sebenarnya memiliki sumber mata air alami yang berada di tepi sungai. Selama ini, bila musim kering tiba, anak dan masyarakat memanfaatkan sumber mata air tersebut. “Beberapa kali, bila sedang ada uang, kami juga biasanya membeli air. Tapi kalau tidak beli, kami harus jalan jauh untuk ambil air ke sungai,” tutur Welmince (18). Kesulitan air bersih ini berdampak pada sanitasi desa. Anak-anak dan orang dewasa jadi jarang mencuci tangan karena airnya terbatas. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pun tidak bisa dilakukan karena mandi dan mencuci hanya bisa dilakukan di area sumber mata air. Kondisi ini dapat menimbulkan banyak penyakit seperti diare atau muntaber yang mudah menyerang balita.

Selain berjarak cukup jauh, posisi sumber mata air ini berada lebih rendah dari desa. Air harus mendaki setinggi 300m, sejauh 2km agar bisa sampai di desa. Secara geografis, pembangunan jaringan air bersih dengan lokasi seperti ini sangat menantang. Namun melalui perencanaan yang matang dan penerapan inovasi teknologi, Kepala Desa serta Komite Air sepakat untuk tetap melakukan pembangunan. Selama delapan bulan, sebanyak 204 orang masyarakat dewasa laki-laki maupun perempuan, bergotong royong membangun: 

  1. Bendungan batu di sekitar sumber mata air 

  1. Sumur penampung di sekitar sumber mata air 

  1. Tempat penyimpanan pompa air di sekitar sumber mata air 

  1. Bak penampung sementara 

  1. Waduk penampung dan penyimpanan air tepat di ½ jalan antara sumber mata air dengan desa 

  1. Tempat penyimpanan pompa air beserta dengan panel surya sebagai sumber energi pompa 

  1. Pipa pengalir air ke satu titik penampungan utama di desa 

  1. Pipa pengalir air ke rumah-rumah 

  1. Tugu-tugu air yang berada di delapan titik di desa 

“Sudah banyak yang pernah survei lokasi sumber mata air kami ini. Tapi mereka tidak sanggup melanjutkan. Baru sekarang ini kami melihat bisa dibangun dan sekarang sudah bisa dinikmati masyarakat. Kami sebagai Komite Air pun sudah diberikan wawasan bagaimana menjaga dan merawat fasilitas ini. Kami jadi termotivasi untuk mengintegrasikan fasilitas ini dengan program-program yang ada di desa seperti dengan BUMDes,” ujar Asta Lopo (45), Ketua Komite Air di desa. “Sekarang tugas dan tanggung jawab kami untuk menjaga fasilitas ini karena ini sudah menjadi milik desa,” imbuh Wempi (38), Kepala Desa. 

Sukacita dan haru tidak terbendung lagi ketika masyarakat akhirnya melihat air bisa mengalir di desa mereka. Para teknisi dan tenaga ahli yang turut menyusun desain fasilitas ini pun lega karena perencanaan sudah jadi kenyataan. Dengan gembira anak-anak bermain di sekitar tugu air, menikmati jernih dan segarnya air mengalir. Jaringan air bersih ini memberikan manfaat langsung bagi 1.275 orang, 409 diantaranya adalah anak-anak. Pada musim hujan, jaringan air bersih ini mampu menyediakan 29.000 liter air per hari. Sedangkan pada musim kering, panel surya yang dipasang dapat menjadi sumber energi yang mampu memompa 50.000 liter air per harinya.

 

Anak dan Masyarakat Semakin Bersih dan Sehat 

Pembangunan fasilitas jaringan air bersih ini berjalan beriringan dengan pengembangan kapasitas masyarakat tentang PHBS. Melalui program WASH BP, masyarakat dan WVI melakukan rangkaian kegiatan yang mendorong masyarakat Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan rajin Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).

Sebanyak 95 orang dewasa mengikuti pelatihan pembuatan jamban sehat dan sudah berhasil membuat 46 unit kloset jongkok. Saat ini, kloset-kloset tersebut sudah terpasang di rumah masyarakat dan berfungsi baik. Ketika air tersedia, maka masyarakat akan semakin sadar untuk mulai hidup bersih dan sehat yang dimulai dengan menggunakan toilet untuk BAK dan BAB. 

Selain itu, 113 anak mengikuti pelatihan CTPS. Mengawali kegiatan ini, anak-anak melakukan tanya-jawab terkait CTPS. Dalam kegiatan ini, anak-anak juga mengikuti lomba membuat poster yang menggambarkan langkah-langkah serta pentingnya CTPS. Setelah itu, dilakukan demonstrasi cara mencuci tangan memakai sabun yang baik dan benar. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan tangan bagi kesehatan anak dan masyarakat. 

Dengan memiliki akses terhadap air, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dengan sehat. Program ini juga telah berkontribusi pada peningkatan perlindungan anak, di mana anak-anak dapat menginvestasikan lebih banyak waktu mereka untuk bermain dan belajar karena mereka tidak lagi harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengambil air. 

Tidak adanya akses air bersih pun ditemui di daerah lain di Nusa Tenggara Timur, yakni Kabupaten Sumba Barat Daya. Saat ini, WVI melalui kampanye Global 6k Water for Sumba sedang merencanakan pembangunan 30 titik Penampung Air Hujan (PAH) untuk 5 desa dampingan di kabupaten tersebut. Anda dapat turut berpartisipasi agar anak-anak di Sumba Barat Daya pun bisa merasakan apa yang telah dirasakan di Timor Tengah Selatan. Informasi lebih lanjut mengenai Global 6k Water for Sumba dapat diakses melalui www.wahanavisi.org/waterforsumba. Setiap langkah kita adalah kehidupan bagi mereka. Nyatakan aksimu sekarang!

 

 

Penulis : Mariana Kurniawati (Communication Executive)

Kontributor : Berwaddin Simbolon (Manajer kantor operasional WV area Timor Tengah Selatan)


Artikel Terkait