Pengabdian Komite Air Desa Randoria di Ende

Pengabdian Komite Air Desa Randoria di Ende

Seorang petugas hendak memperbaiki jaringan air di Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024).

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Seorang petugas hendak memperbaiki jaringan air di Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024).

Siprianus Ansel (43) tiba di titik keran air yang bocor. Dengan cekatan, ia melepas keran air yang rusak, lalu menggantinya dengan keran baru. Mulut keran dibuka, seketika air langsung meluncur deras. Kurang dari sepuluh detik, wadah 1 liter terisi hampir penuh.

Inilah tugas Ansel sebagai anggota komite air di kampungnya, Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, seperti dijumpai pada Kamis (21/3/2024) petang. Ia memastikan aliran air selalu lancar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

Tak berhenti di situ, Ansel bersama anggota komite lain kemudian memeriksa jaringan pipa dari mata air yang berjarak lebih kurang 7 kilometer. Jaringan melewati beberapa bukit dan lembah hingga mencapai perkampungan mereka yang berada pada ketinggian sekitar 850 meter di atas permukaan laut. Jalur itu rawan longsor.

Mereka mengatur jadwal pelayanan agar pasokan air tetap tersedia, terutama ketika musim kemarau panjang. Harus dipastikan jangan sampai ada pemborosan air yang merugikan warga. ”Setiap 6 jam sampai 12 jam kami pindah jalur layanan. Kami juga harus siaga 24 jam merespons laporan warga,” kata Ansel.

Komite air yang terdiri atas sembilan orang itu dibentuk oleh masyarakat atas pendampingan dari lembaga kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI) yang hadir di Desa Randoria sejak 2013. Komite air diisi oleh mereka yang secara sukarela mau membagi waktu untuk urusan air. Setiap bulan, mereka dihargai dengan insentif Rp 40.000 per orang.

Menurut Ansel, jika dihitung, jumlah itu tidak sebanding dengan besarnya beban kerja. Insentif RP 40.000 per bulan sama dengan Rp 1.334 per hari. Kendati demikian, mereka tak pernah mengeluh dan tak pernah protes. Mereka sebenarnya menolak diberi insentif.

”Karena kami kerja untuk masyarakat, terutama anak-anak kami agar bisa menikmati air bersih. Itu jauh lebih berharga, tidak ternilai. Kami tidak ingin kesulitan air yang kami alami dulu terus berlanjut hingga anak cucu kami” kata Zakarias Rowa, Ketua Komite Air Desa Randoria.

Tukar dengan jagung

Herman Ema (69), mosalaki atau tokoh adat setempat, menuturkan, air bersih mulai mencapai kampung itu tahun 1977. Sebelumnya, mereka harus jalan ke lembah, lalu mengambil air. Air dimasukkan ke dalam bambu, lalu dipikul mendaki ke perkampungan. Saat itu Ema yang masih sekolah dasar pun jarang mandi.

Anak-anak rebutan mencuci tangan di keran air di Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024). Desa itu telah mencapai sanitasi total berbasis masyarakat.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Anak-anak rebutan mencuci tangan di keran air di Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024). Desa itu telah mencapai sanitasi total berbasis masyarakat.

Ketika ke sekolah, mereka hanya membasuh wajah dengan air embun yang hinggap di dedaunan. Minimnya air menyebab hampir semua warga kampung melakukan buang air besar sembarang (BABS), seperti di kebun dan di kandang babi. Kondisi itu menyebabkan sering timbul berbagai penyakit, seperti diare.

Warga kemudian swadaya membeli pipa. Mereka membarternya dengan jagung dan padi. Namun, air masih terbatas, hanya mencapai titik tertentu, lalu warga ramai-ramai mengambil. Kondisi itu memicu saling merampas air sehingga berujung adu mulut. Belum lagi konflik air dengan warga dari luar desa yang kadang berujung pada perusakan jaringan pipa.

Per Juli 2022, kami sudah mencapai STBM dan bebas dari perilaku BABS.

Setelah tahun 2020, sejumlah pihak, termasuk WVI, membantu akses air bersih dengan membangun sambungan ke rumah. Masyarakat bergotong royong mengerjakannya. Kini, akses warga ke air di dua dusun sudah mencapai 100 persen, dan tersisa dua dusun yang terletak lebih tinggi sehingga memerlukan upaya ekstra.

Di Randoria terdapat empat dusun dengan total jumlah penduduk 469 jiwa. Sambungan rumah baru mencapai dua dusun, sedangkan dua dusun yang lain didekatkan dengan menambah bak penampung yang mudah diakses. Kebutuhan air pun terpenuhi.

Kepala Desa Randoria Rafael Ruma

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Kepala Desa Randoria Rafael Ruma

Kepala Desa Randoria Rafael Ruma mengatakan, tahun ini mereka mendapatkan bantuan dari Kementerian Sosial sebesar Rp 1,03 miliar untuk pembangunan sumur bor. Survei lokasi sudah selesai dilaksanakan dan kini menunggu pengerjaan. Jika sudah dapat air, warga dua dusun yang lain akan memiliki sambungan rumah.

Bebas BABS

Setelah warga mulai mengakses air bersih, WVI yang ikut membantu sambungan untuk 50 rumah itu mendorong agar pengelolaan air perlu diorganisasi melalui pembentukan komite air. Dengan begitu, penggunaan air lebih teratur hingga akhirnya tercapai sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).

”Per Juli 2022, kami sudah mencapai STBM dan bebas dari perilaku BABS,” kata Rafael.

Maya Sinlae, Project Manager Financing Wash For Universal Coverage WVI, merasa senang kala melihat senyum anak-anak Randoria yang bermain air di dekat keran. Anak-anak kini tidak lagi jalan jauh untuk mengambil air. ”Artinya, hak anak mengakses air bersih dan sanitasi yang baik itu sudah terpenuhi,” kata Maya.

Selain ketersediaan makanan bergizi, air bersih dan sanitasi juga sangat memengaruhi tumbuh kembang anak. Masih ditemukan kasus tengkes dan gizi buruk di daerah itu, yang salah satu penyebabnya adalah minimnya akses air bersih. Khusus di Randoria tidak ada kasus tengkes. Untuk Kabupaten Ende, angka tengkes per 2023 6,8 persen. Ende termasuk daerah di NTT dengan angka tengkes terendah.

Maya Sinlae, Project Manager Financing Wash For Universal Coverage Wahana Visi Indonesia.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Maya Sinlae, Project Manager Financing Wash For Universal Coverage Wahana Visi Indonesia.

Menurut Maya, tantangan terbesar adalah menjaga keberlanjutan pengelolaan air bersih, termasuk keberadaan komite air. Dalam banyak contoh, ketika pendamping pergi, program yang sudah dikerjakan selama bertahun-tahun terbengkalai. Ini menggambarkan betapa tingginya ketergantungan masyarakat ataupun pemerintah lokal pada pendampingan. Mereka belum mandiri.

Untuk meminimalkan kemungkinan tersebut, regulasi menjadi pintu masuk untuk mengunci agar program tetap berkelanjutan. Di Randoria, telah terbit Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2021 tentang Air Bersih dan Sanitasi. Setiap tahun, Pemerintah Desa Randoria mengalokasikan anggaran untuk air bersih dan sanitasi. Tahun 2023, misalnya, sebesar Rp 162 juta.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Ende Christiana Farida Muda Mite menambahkan, dana desa bisa digunakan untuk pengelolaan air bersih, termasuk insentif komite air dengan memasukkannya dalam peraturan desa.

”Air bersih dan sanitasi adalah hal yang paling mendasar sehingga harus diprioritaskan,” ucapnya.

Komite air di Randoria telah membuktikan bahwa pengaturan air yang baik dapat menghadirkan akses air bersih dan sanitasi bagi masyarakat. Bekerja siang malam dengan insentif hanya Rp 40.000 per bulan bukanlah halangan. Pengabdian tulus dari mereka patut diapresiasi.

 

Sumber https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/24/pengabdian-komite-air-di-desa-randoria-ende


Artikel Terkait