Air Bersih di Flores Timur: Dari Generasi ke Generasi

Pada tahun 2007, anak dan masyarakat di empat desa di Flores Timur sangat bersukacita karena untuk pertama kalinya, air bersih hadir di desa mereka. Sebelumnya, air yang dapat mereka akses memiliki tidak layak minum. Ada beberapa desa yang airnya keruh dan asin, sedangkan di desa lain airnya mengandung minyak dan kotoran. Sulitnya akses air bersih bukan hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga pada perlindungan anak. Anak-anak sering mengalami kekerasan oleh orang tua karena tidak membantu mengambil air untuk kebutuhan keluarga. Waktu bermain dan belajar anak-anak pun terpangkas karena harus berjalan kaki sejauh hampir 2 KM untuk mengambil air ke sumur-sumur yang kondisi jalannya tidak aman. Oleh karena itu, kehadiran air bersih di desa telah berhasil mengubah kehidupan anak dan masyarakat Flores Timur, hingga saat ini.
“Pengelolaan sarana air bersih yang bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia pada 2006 lalu, puji Tuhan sampai saat ini, kami di empat desa tergabung dalam badan pengelolaan sarana air bersih, dan ada juga komite-komite air di desa. Saat ini kami membayar iuran air bersih RP 7.000 per kepala keluarga. Airnya masih lancar hingga hari ini, walaupun ada pergantian jam aliran air. Tapi anak dan masyarakat masih mendapat air bersih dengan baik,” tutur Tarsisius, salah satu Kepala Desa yang dulu menjadi dampingan WVI saat implementasi proyek WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) di Flores Timur.
Pembangunan jaringan air bersih di Flores Timur 19 tahun yang lalu ini memiliki kisah unik. Air dialirkan dengan metode pipanisasi sepanjang kurang-lebih 26 KM. Sumber mata air alami berada di area pegunungan, sedangkan area desa berada di dekat pesisir pantai. Selain jarak yang sangat jauh, proses ini melibatkan empat desa sekaligus sehingga potensi konflik antardesa makin besar. Hal ini dapat memengaruhi proses pembangunan serta pemeliharaan jaringan air bersih. Namun, tantangan tersebut dapat teratasi karena rasa kepemilikkan masyarakat yang sangat baik. Keberlanjutan juga terjamin dengan adanya Badan Pengelolaan Air Bersih Epu Lima yang mengurus pemeliharaan jaringan air bersih keempat desa ini.
“Waktu itu kita membutuhkan waktu kurang-lebih satu tahun untuk membangun organisasi di masyarakat. Setelah ada organisasi di masyarakat yakni, komite air, baru mulai perencanaan untuk pembangunan sarana air bersih. Pengerjaannya masyarakat sistem gilir setiap hari, dari desa ke desa, selama setahun lebih,” cerita Maximus, mantan staf kantor operasional WVI di Flores Timur.
Selama proses pembangunan, kepala-kepala desa beserta pengurus komite air mengatur jadwal gotong-royong masyarakat. Siapa-siapa saja yang bekerja, mengerjakan bagian yang mana, dan mengawasi apakah pembangunan sudah sesuai arahan teknis. Wahana Visi Indonesia berperan sebagai pendukung material pembangunan serta tenaga ahli.
Jaringan air bersih yang masih terjaga hingga hari ini merupakan hasil dari upaya Badan Pengelolaan Air Bersih Epu Lima dan komite air keempat desa yang terus menjaga dan mematuhi rambu-rambu pemeliharaan yang tertuang dalam AD ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga). Selain gotong-royong membangun fasilitasnya, komite juga bergotong-royong menghimpun aspirasi masyarakat dalam hal pemeliharaan jaringan air bersih. Semua hasil diskusi dan keputusan yang dibuat dalam rangkaian pertemuan dengan masyarakat tersebut tertuang dalam AD ART. AD ART inilah yang menjadi panduan bagi komite serta masyarakat bilamana terjadi kerusakan, kesulitan akses air, maupun ketidakpuasan masyarakat.
“Tahun 2007, setelah selesai pembangunan, satu RT ada satu titik kran. Lalu dalam perjalanannya, di tahun 2013 sampai sekarang, dengan iuran yang ada, kita mulai memperbanyak titik kran. Sekarang di satu RT ada dua sampai tiga titik,” ujar Kanisius, ketua komite air di salah satu desa. Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah setempat mengapresiasi kinerja komite air yang sangat baik dalam memelihara jaringan air bersih di desa. Atas kerja baik ini, pemerintah memberikan bantuan untuk memperluas titik-titik kran air di desa tersebut sehingga satu rumah bisa mempunyai satu titik kran. Selain mendapat bantuan dari pemerintah lokal, dengan menggunakan dana swadaya, masyarakat membangun bak penampung tambahan.
“Ketika air bersih sudah tersedia di desa, kita lalu lanjutkan pemicuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk anak-anak. Anak-anak bisa mandi setiap hari, belajar menggosok gigi untuk pertama kalinya, dan mulai rajin Cuci Tangan Pakai Sabun,” ungkap Peggy, staf Wahana Visi Indonesia yang menjadi project leader pembangunan jaringan air bersih di Flores Timur saat itu. Selain anak-anak yang hidup lebih bersih, mama-mama di Flores Timur pun mulai memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur-mayur. Selama ini, hal ini sulit dilakukan karena kebun selalu kekurangan air. Setelah air bersih ada di desa, kebun bisa disiram cukup sehingga tumbuh subur. Mama-mama di Flores Timur bisa memetik dan mengonsumsi sayur dari kebun di rumah.
Akses air untuk anak dan masyarakat di empat desa di Flores Timur adalah warisan yang berharga. Air telah memicu perubahan yang berkelanjutan, di rumah dan komunitas. Terima kasih pada anak-anak dan masyarakat di Flores Timur yang terus menjaga akses air ini dengan tekun dan setia. Semoga akses air bersih di desa-desa lain di Indonesia juga dapat segera terwujud, agar anak dan masyarakat hidup bersih dan sehat.
Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive)