Kader Posyandu Andal untuk Tingkatkan Kesehatan Keluarga
Anak dan masyarakat Indonesia yang tinggal di desa-desa terjauh dan tertinggal hanya dapat mengandalkan Posyandu sebagai satu-satunya layanan kesehatan yang ada di desa. Nyatanya, masih banyak desa yang tidak memiliki tenaga kesehatan seperti bidan atau perawat yang siaga 24 jam di desa. Sehingga yang menjadi garda terdepan dalam menjaga kesehatan anak dan masyarakat adalah para kader Posyandu.
Peran sebagai kader Posyandu biasanya diserahkan kepada ibu-ibu di desa. Seringkali karena titel “kader Posyandu”, banyak yang mengira bahwa ibu-ibu yang mengambil peran ini hanya bertugas untuk menyelenggarakan layanan kesehatan balita satu kali sebulan. Padahal sebenarnya perannya jauh lebih banyak dari rutin melaksanakan Posyandu. Peran seorang kader juga akan semakin krusial bila balita di desa banyak yang mengalami status gizi kurang, stunting, atau gizi buruk.
“Untuk menjadi seorang kader Posyandu, ada dua hal utama yang harus dimiliki yakni, sabar dan ikhlas sehingga dapat melayani masyarakat dengan baik,” ungkap Ibu Shalatiyah, seorang kader Posyandu di salah satu desa dampingan WVI di Kabupaten Lombok Timur. Ia melanjutkan, “Karena saya masih menghadapi kenyataan di mana masyarakat masih tidak menghargai kader. Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua RT juga ada yang tidak peduli dengan Posyandu. Masih ada Posyandu yang kondisinya memprihatinkan,”.
Sebagai seorang kader senior, Ibu Shalatiyah ingin tidak ada lagi pihak yang menyepelekan peran kader Posyandu. Apalagi jika pihak pemerintah kabupaten telah mulai menginisiasi revitalisasi Posyandu, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.
Berkaca dari data SSGI tahun 2022, 35,6% balita di Kabupaten Lombok Timur mengalami stunting. Agar tidak semakin banyak balita yang tidak optimal kemampuan kognitifnya akibat stunting, pemerintah menginisiasi Posyandu Keluarga. Jika tadinya Posyandu hanya melayani bayi, balita, dan ibu hamil, maka Posyandu Keluarga memberi pelayanan kesehatan untuk seluruh siklus hidup mulai dari ibu hamil, bayi, balita, remaja, usia produktif, hingga lansia. Pemkab menyadari bahwa isu stunting dapat teratasi bila memberi perhatian khusus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan serta kesehatan seluruh keluarga.
Menyambut putusan dan inisiatif ini, kader Posyandu harus makin terkapasitasi. Peran seorang kader Posyandu di desa tidak bisa dipandang sebelah mata. Ujung tombak terlaksananya layanan Posyandu Keluarga berada di tangan para kader yang andal. Oleh karena itu, WVI bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat memfasilitasi kegiatan Orientasi Kader yang diikuti oleh 106 kader dari lima desa di Lombok Timur.
“Hal seperti ini yang selalu menjadi pengalaman menarik bagi saya. Menjadi seorang kader Posyandu itu artinya bisa paling cepat tahu tentang berbagai inovasi. Saya juga jadi punya banyak teman baru,” tutur kader yang meraih prestasi peringkat pertama kategori Kader Posyandu Berprestasi Bidang Kesehatan Tingkat Nasional Tahun 2023 ini.
Pada kegiatan Orientasi Kader tersebut, Ibu Shalatiyah bukan hanya mendapat wawasan baru mengenai 25 keterampilan dasar untuk mengelola Posyandu Keluarga, tapi juga berperan sebagai fasilitator. Ia berbagi pengalaman dan motivasi pada kader lain. “Jika sudah bermodalkan sabar dan ikhlas, Insya Allah pelayanan yang kita berikan akan lebih baik. Pelayanan yang lebih baik tentu bisa menurunkan angka stunting di wilayah kita,” pungkasnya.
Selepas dari pelatihan ini, para kader akan melakukan rencana tindak lanjut di Posyandu masing-masing. Dinas Kesehatan dan pemerintah desa juga akan melakukan penilaian kinerja kader dan Posyandu yang berdasar pada 25 indikator. Berdasarkan penilaian tersebut, para kader akan memperoleh gelar sesuai kompetensi yang dikuasai, baik itu Purwa, Madya atau Utama.
Dengan gelar kompetensi ini, kader Posyandu akan menjadi peran yang tersertifikasi, teruji, dan terbukti mampu melakukan layanan kesehatan yang berkualitas. Kader Posyandu dapat melakukan tugas dengan baik, tanpa ada pandangan miring dari siapa pun. Sehingga harapannya dapat meningkatkan kualitas hidup anak dan masyarakat di desa.
Penulis: Nurpita Friska Sagala (Technical Program Coordinator kantor operasional WVI di Lombok)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)