Sekolahku Menuju Sekolah Ramah Anak

Salah satu anak perempuan bernama Asni mengamati bagaimana sekolahnya saat ini masih belum ramah terhadap anak-anak. Padahal, fokus utama sekolah adalah anak-anak itu sendiri. Ia kini sudah berusia 15 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 3 SMP di salah satu desa di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Sekolahnya terletak di atas bukit dan ia harus berjalan kaki selama 45 menit dari rumah ke sekolah.
“Di sekolah kami tidak ada akses air karena itu anak-anak harus membawa air dari rumah untuk memastikan kebutuhan air di sekolah. Di sekolah kami juga sering terjadi bullying bahkan yang terbaru ada anak yang pingsan karena di-bully. Saya juga pernah mengalami bully tetapi yang tidak terlalu berlebihan. Selain itu, guru di sekolah kami juga terkadang masih merokok di depan kami siswa-siswi,” ujar Asni, menceritakan kondisi sekolahnya.
Situasi mulai berubah ketika sekolah ini kedatangan Kepala Sekolah baru. Pak Bofan, demikian ia akrab disapa, adalah sosok tenaga pendidik yang peduli pada hak anak. “Ia sangat suka berdiskusi dengan kami saat kami lagi istirahat dan pagi hari sebelum masuk kelas. Kepala sekolah selalu mengimbau kepada kami untuk menjaga kesehatan, baik-baik dengan teman, kalau di rumah harus bisa bantu orang tua. Tidak lupa, ia selalu minta kami mandi setiap hari,” tutur Asni.
Pak Bofan juga memperhatikan bagaimana seharusnya guru-guru berperilaku di sekolah. Bagi Pak Bofan, guru seharusnya bukan ditakuti, tapi menjadi teman bagi para murid. Selain menjadi sosok pendidik, guru juga menjadi sosok pelindung anak-anak.
“Kepala Sekolah kami ingin sekolah kami jadi Sekolah Ramah Anak. Jadi ia berdiskusi dengan WVI dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A) tentang Sekolah Rama Anak. Ia mengumumkan kepada kami bahwa sekolah kami akan dipersiapkan menuju Sekolah Ramah Anak. Saat itu, Bapak Kepala Sekolah juga menyampaikan ia juga sudah berhenti merokok untuk bisa mendukung Sekolah Ramah Anak. Saya juga awalnya tidak begitu paham seperti apa Sekolah Ramah Anak tetapi itu terdengar menyenangkan,” kata Asni bersemangat.
Pada 29 Oktober 2024, sejarah baru terjadi di sekolah ini. Seluruh siswa, orang tua, guru, kepala desa berkumpul di sekolah untuk menyaksikan Deklarasi Sekolah menuju Sekolah Ramah Anak. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Dinas P3A, Dinas PPO (Pendidikan, Pemuda dan Olahraga), DispendukCapil (Dinas Pencatatan Penduduk dan Catatan Sipil) serta pengawas sekolah. Mulai saat itu, sekolah ini berkomitmen untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung Sekolah Ramah Anak.
“Melihat para tamu yang datang, kami sangat senang karena baru pertama kali juga sekolah kami dikunjungi oleh orang-orang dari dinas. Kami sangat bangga karena anak-anak dilibatkan secara aktif. Ada yang bertugas menyambut tamu, ada yang menampilkan tarian penyambutan, ada yang bertugas memberi kalung sambutan, menjadi pemandu acara, tampil di pentas panggung puisi, drama anti kekerasan, bernyanyi dan banyak lagi. Acara dilakoni oleh kami semua murid di sekolah,” ungkap Asni mengingat kembali momen yang sangat berkesan tersebut.
Dari kegiatan tersebut, Asni dan siswa-siswi lainnya mendapat beberapa pesan penting yang berkaitan erat dengan perlindungan anak-anak, seperti:
-
Hindari peristiwa kekerasan di sekolah dengan sering melakukan kegiatan positif yang bisa membentuk karakter seperti, rajin berdoa dan beribadah dan menolong sesama yang membutuhkan.
-
Isi Konvensi Hak Anak dan perlindungan hak-hak anak.
-
Sosialisasi tentang kekerasan seksual terhadap anak dan perkawinan usia anak tidak boleh terjadi.
Setelah kegiatan terlaksana dengan baik, sekolah tempat Asni menuntut ilmu membangun empat komitmen penting yaitu, Bebas dari Tindakan Perundungan, Bebas dari Kekerasan Seksual, Bebas dari Asap Rokok, dan Bebas dari Narkoba. Dengan adanya komitmen ini, setiap murid dan tenaga pendidik berharap, akan ada perubahan-perubahan di sekolah yang semakin fokus pada kesejahteraan anak.
“Dalam sambutannya, manajer WVI, Bapak Ignatius Anggoro, mengatakan bahwa WVI akan bekerja sama dengan sekolah, komite sekolah, dan pemerintah untuk memastikan akses air di sekolah kami. Mendengar hal ini, hati saya sangat senang. Katanya sekolah yang ramah anak itu harus sehat, maka harus ada air di sekolah. Semoga saja hal ini bisa terwujud,” harap Asni. Tidak perlu menunggu lama, harapan Asni akan segera terwujud di tahun 2025 ini.
WVI bekerja sama dengan pihak sekolah serta pemerintah desa sedang mengupayakan akses air di sekolah. Salah satu langkah awalnya adalah melakukan survey sumber mata air yang layak untuk memenuhi kebutuhan air di sekolah. Setelah itu, baru proses perencanaan pembangunan akan dilakukan. Pembangunan jaringan air bersih biasanya dilakukan secara gotong-royong.
“Meskipun kami harus jalan kaki jauh ke sekolah, tapi kalau sekolah mulai lebih baik, kami makin semangat!” ungkap Asni. Selain mengupayakan akses air di sekolah, Bapak Bofan juga memilih Duta Anti-Bullying. Hal ini dilakukan agar anak-anak memahami dampak serta cara mencegah bullying. Ke depannya, sekolah dapat menjadi tempat di mana anak-anak dapat belajar untuk saling menghargai.
"Kami berharap Bapak Kepala Sekolah terus adakan kegiatan untuk anak-anak seperti ini supaya kami bisa tumbuh menjadi anak-anak yang baik. Kami dengar dari Kepala Sekolah, kalau bisa saja ke depannya ada kerja sama lain untuk meningkatkan keterampilan literasi. Kepala Sekolah kami bercita-cita untuk membangun perpustakaan yang layak bagi kami semua. Semoga saja Tuhan selalu menyertai para sponsor kami dan selalu sehat,” pungkas Asni.
Penulis: Maria Asni Jelita (wakil anak WVI untuk kantor operasional di Kabupaten Manggarai)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)