Calon Perempuan Pemimpin

Calon Perempuan Pemimpin

“Kalau sudah besar nanti, saya ingin jadi polisi wanita,” ujar Lusi (16). “Saya ingin jadi dokter,” ujar Andini (13).

Keseharian Lusi 

Lusi berasal dari Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat. Selain bersekolah setiap hari, Lusi juga aktif berkegiatan di Gereja. Dari Senin hingga Sabtu ia menjadi seorang murid kelas tiga SMA, namun di hari Minggu ia menjadi guru Sekolah Minggu. 

Selain itu, Lusi juga anggota aktif di Forum Anak Kecamatan, juga Forum Anak Kabupaten. Ia pertama kali mengenal kegiatan Forum Anak ketika kelas lima SD. Saat itu, forum anak yang ia ikuti masih sebatas di desa saja. Dari seorang anak yang tadinya pemalu, hingga sekarang ia sudah bisa terlibat dalam Child Led Research di tingkat Kabupaten. “Pengalaman melakukan wawancara untuk ambil data penelitian itu sangat menarik. Orang yang diwawancara beda-beda, jadi Lusi juga bisa belajar kalau nanya sama orang yang seperti ini harus gimana, yang seperti itu harus gimana,” ceritanya. 

 

Keseharian Andini 

Andini berasal dari Kabupaten Nagekeo di Nusa Tenggara Timur. Andini mengisi hari-harinya dengan peran sebagai pelajar kelas satu SMP, sebagai anak yang juga membantu orang tua melakukan pekerjaan di rumah, serta sebagai anggota dari Forum Anak Desa serta Posyandu Remaja. 

Ia juga bergabung dengan Forum Anak Desa sejak kelas lima SD. Pada awalnya, Andini tidak begitu paham dengan apa yang sebenarnya dikerjakan oleh Forum Anak. Ia hanya melihat bahwa anggota lain yang sudah terlebih dahulu bergabung punya keberanian untuk mengungkapkan pendapat di hadapan orang banyak. Rutinitasnya bersama Forum Anak membentuk Andini menjadi anak perempuan yang tidak lagi ragu untuk berbicara dan berpendapat. “Sejak aktif di Forum Anak, saya pernah dipercaya jadi pembawa acara, menyampaikan sambutan atau pidato, juga menyampaikan materi-materi di depan orang lain,” tuturnya. 

 

Anak Perempuan yang Memimpin 

Lusi dan Andini adalah contoh anak perempuan yang mampu memimpin. Berawal dari sesuatu yang nampak sederhana, misalnya menjadi pembawa acara, mereka sesungguhnya sedang memimpin atau memandu berjalannya sebuah kegiatan. Di lain kesempatan, Lusi atau Andini membacakan sambutan atau pidato yang juga berarti mereka sedang memimpin sekelompok khalayak agar mendengar pesan yang mereka sampaikan. Kegiatan Child Led Research yang Lusi ikuti juga menjadi ajang anak-anak diberi ruang sebagai pemimpin sebuah penelitian. 

Forum Anak, serta kegiatan lain yang Wahana Visi Indonesia perkenalkan pada masyarakat, menjadi sarana bagi Lusi dan Andini dibentuk menjadi seorang anak perempuan yang mampu memimpin. Walaupun, dalam kehidupan sehari-hari figur seorang pemimpin perempuan jarang mereka temui. Budaya patriarki yang kental di tempat mereka tinggal, juga hampir di seluruh area di Indonesia, kurang memberikan kesempatan yang besar bagi perempuan untuk berkembang sebagai pemimpin. Dari tujuh presiden yang pernah memimpin Indonesia, hanya satu yang perempuan. Di area tempat tinggalnya, Andini dan Lusi juga jarang menemui seorang perempuan yang menjadi kepala desa atau bupati. 

Namun, dengan kegiatan-kegiatan yang memupuk jiwa kepemimpinan Lusi dan Andini, mereka memiliki masa depan yang berbeda. Mereka adalah para calon pemimpin perempuan Indonesia. Keinginan Lusi untuk menjadi polisi wanita merupakan pilihan yang memperlihatkan pemahamannya bahwa seorang perempuan pun bisa berkarya di bidang yang kesannya sangat maskulin. Sedangkan Andini, secara sadar dan strategis memilih terlibat dalam Posyandu Remaja karena ia ingin menjadi dokter. Sejak dini, ia sudah memimpin rencana-rencana agar cita-citanya tercapai. 

“Pemimpin yang baik itu harus bisa mendengar, membantu orang lain, orang yang bisa diandalkan,” kata Andini dengan lugas. 

Dewan Penasihat Anak 

Saat ini, Lusi dan Andini juga tergabung dalam Dewan Penasihat Anak. Bersama empat belas anak lainnya, Wahana Visi Indonesia memproyeksikan mereka setara dengan Penasihat, Pengawas, dan Pengurus Yayasan Wahana Visi Indonesia. Anggota Dewan Penasihat Anak akan menjadi anak-anak yang bukan hanya memimpin, namun juga memiliki pengaruh dalam menentukan kerja dan keputusan organisasi. 

Anak-anak yang menjadi anggota dewan dapat memberikan arahan yang senyata mungkin karena mereka yang berstatus anak-anak ini yang paling mengerti apa yang mereka butuhkan. Dalam proses ini, anak akan merefleksikan pengalaman mereka dan membuat konsep, kemudian menarik pengalaman tersebut untuk mengadvokasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Melalui proses ini anak-anak membangun kepercayaan diri dan kepemimpinan melalui proses yang holistik. Anak juga akan memiliki pandangan yang tepat dalam konteks pengambilan keputusan dari persepektif anak. 

Bagi Lusi dan Andini, pengalaman ini sangat menyenangkan. “Kami jadi bisa belajar banyak juga dari para pemimpin yang ada di WVI,”. Wadah ini memberi ruang bagi Lusi dan Andini untuk bisa melihat sosok perempuan-perempuan yang memimpin, sambil di saat yang bersamaan juga mereka unjuk gigi sebagai anak perempuan yang mampu memimpin.

 

Penulis : Mariana Kurniawati (Communication Executive)


Artikel Terkait