Maukah Kita Mewujudkan Mimpi Tria?

Maukah Kita Mewujudkan Mimpi Tria?

“Mimpi saya, anak-anak Papua bisa “berdiri” di dong pung tanah sendiri. Tidak tidur, tidak menonton saja. Kita yang berdiri, memimpin. Kita yang berdiri, melakukan sesuatu. Jangan sampai ke depan, anak-anak Papua tidak melakukan apa-apa. Harus bisa bikin sesuatu ke depan,” tutur Tria, seorang pemudi yang aktif memberi dampak bagi anak-anak di sekitarnya. 

Perempuan muda kelahiran Malang ini sekarang berpartisipasi aktif sebagai tutor Rumah Baca, Ketua Kelompok Pemuda di Gereja, serta fasilitator program NOKEN yang menyuarakan kerukunan di Papua. Tumbuh-besar dalam keluarga yang memiliki hati yang besar untuk anak-anak, menjadi motivasi pertama dan utama bagi Tria. Ia meneladani orang tuanya yang selalu bekerja dan melayani anak-anak dan pemuda. 

“Saya memutuskan terlibat dengan berbagai kegiatan ini karena saya orang Papua toh. Kalau bukan saya yang bergerak duluan ya... Masa saya berharap pada orang dari luar terus. Harus mulai dari diri sendiri dulu baru orang lain membantu,” ujar mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Kristen di salah satu kampus di Jayapura ini. 

Semangat dan mimpi Tria untuk anak dan pemuda di Papua ini berjalan beriringan dengan berbagai pengembangan kapasitas yang ia terima melalui dukungan WVI. Contohnya, sebagai seorang pemudi yang berkepribadian introvert, sebenarnya Tria cenderung menghindari konflik. “Jadi kalau ada masalah, kasih tinggal dulu. Reda sendiri baru kembali lagi. Tapi setelah mengikuti pelatihan-pelatihan program NOKEN, tahu tentang kelola konflik, jadi tahu, oh harus ada yang saya lakukan. Saya dan orang lain harus sama-sama selesaikan konflik tersebut,” ceritanya. 

Selain pengembangan kapasitas dari program NOKEN, Tria juga sempat mengikuti pelatihan untuk menjadi tutor Rumah Baca dan juga pelatihan lain yang diinisiasi oleh Gereja. Bahkan, pada awal tahun 2023 ini, Tria juga sempat menjadi perwakilan Indonesia dalam konferensi PEACE Talk yang diadakan di Singapura. Setelah mengikuti konferensi tersebut, Tria mengungkapkan, “Sa tahu bahwa menciptakan kedamaian itu tidaklah mudah, mengusahakannya pun demikian. Tapi, di konferensi ini pun sa melihat ada orang-orang yang mencoba membangkitkan keberanian di dalam diri para penyintas peperangan, kerusuhan, kekerasan, terutama para pemuda. Supaya mereka mampu berdamai dengan diri sendiri, supaya dong tra merasa bersalah, dendam, menjadi pasif tapi malah mencoba berbuat sesuatu. Dong menjadi penggerak dalam dong pu kelompok,”. 

Tria pun jadi bermimpi supaya generasi muda di Papua menjadi lebih murni, lebih maju, lebih paham, berwawasan luas, dan mengisi hati dengan hal-hal baik. Untuk mewujudkan mimpi ini, Tria menyimpulkan ada tiga hal yang harus mendapat perhatian lebih yakni: 

  1. Pola asuh atau pola didik orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak, baik kebutuhan jasmani, rohani maupun spiritual 

  1. Akses informasi yang lebih luas bagi anak-anak di Papua 

  1. Kerja sama berbagai pihak seperti pemerintah, Gereja, dan masyarakat untuk memenuhi apa yang memang seharusnya dipenuhi 

“Supaya anak-anak Papua bisa punya mimpi yang tidak terbatas,” ucapnya, “Biasanya sekarang anak-anak Papua cita-citanya terbatas perawat, polisi, tentara. Menurut saya sudah waktunya anak-anak Papua diperkenalkan dengan profesi yang lebih maju. Mereka harus diberi kesempatan untuk melihat perkembangan dunia saat ini, jadi bisa punya mimpi yang lebih besar,”. 

Tria mempunyai mimpi yang luar biasa, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk anak-anak di sekitarnya bahkan anak-anak di Papua. Maukah kita membantu Tria mewujudkan mimpi-mimpi tersebut? Maukah kita menjadi pendukung setia agar semangat dan karya Tria dapat terus menyala dan menyatakan perubahan? Karena mewujudkan mimpi besar ini bukan hanya tugas seorang Tria, tapi membutuhkan peran serta kita semua.

 

 

Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive)


Artikel Terkait