Panen Perubahan untuk Ketahanan Pangan dan Gizi Anak
Kenapa harus kebun gizi? Karena kebun gizi mendekatkan akses anak dan keluarga terhadap makanan bergizi seimbang. Berkebun juga bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat di daerah rural. Secara teknis, masyarakat sudah terampil bercocok tanam. Kali ini, masyarakat terutama orang tua balita di desa, menyalurkan keterampilan ini pada sepetak tanah pekarangan rumah mereka untuk ditanami sayur-mayur. Tujuan bercocok tanam kali ini bukan sebagai sumber penghasilan, tetapi sumber pangan sehari-hari di rumah mereka sendiri.
Keluarga-keluarga di salah satu desa di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur sempat mengalami susahnya mengakses sayuran sebelum ada kebun gizi. Adriana, seorang ibu dari desa tersebut merasakan bagaimana sulitnya mencari sayuran di desa. Selain sulit, jenis sayurannya juga tidak bervariasi. “Kami hanya petik sayur di kebun itu hanya daun ubi, daun labu, dan kacang panjang. Sayur itu saja yang ditanam di kebun. Itu saja yang dimasak. Kadang tidak pi petik sayur karena terlalu jauh kebunnya,” tutur ibu dari empat orang anak ini. Daun ubi, daun labu, dan kacang panjang pun biasanya hanya bisa diambil ketika musim hujan. Bila musim kemarau, hampir tidak ada sayuran yang bisa dikonsumsi.
Padahal menu makan yang bergizi seimbang sangat dibutuhkan oleh anak-anak Adriana. Di antara keempat anaknya pun masih ada yang berusia di bawah lima tahun. Berdasarkan data penimbangan per Februari 2024, Kabupaten Sumba Barat Daya masih mencatat prevalensi stunting sebanyak 32,37%. Bila dibandingkan dengan data penimbangan tahun 2023, prevalensi stunting di Kabupaten Sumba Barat Daya mengalami tren peningkatan. Salah satu penyebab jumlah balita stunting makin bertambah adalah terbatasnya akses terhadap bahan pangan bergizi seimbang, baik terbatas secara kualitas maupun kuantitas.
Kebun gizi menjadi salah satu cara yang membantu Adriana dan keluarganya untuk mengakses bahan pangan yang memiliki variasi mineral dan vitamin yang baik untuk tumbuh-kembang anak. “Ketika sayurnya sudah besar kami juga tidak perlu beli lagi. Kami masak sayur dari kebun gizi sendiri. Ini perubahan dalam rumah tangga kami, kami tidak mengeluarkan uang untuk beli sayur tapi anak kami sehat, berat badannya naik,” ujar ibu yang berusia 39 tahun ini.
Saat ini, kantor operasional WVI di Sumba Barat Daya mendampingi pengembangan kebun gizi di lima desa dampingan. Kebun gizi di desa dapat terwujud karena kerja sama yang baik antara masyarakat, pemerintah setempat, dan WVI. “Dari WVI bermacam-macam bibit sayur disediakan dan kami tanam. Kami membuat pupuk bokasi yang didampingi oleh WVI dan Dinas Pertanian. Kami, masyarakat di desa, membuat bedeng untuk tanam sayur,” jelas Adriana.
Kebun gizi juga dapat menjadi salah satu sumber penghasilan alternatif bilamana hasil panen melebihi kebutuhan konsumsi keluarga. Hasil penjualan sayur dapat digunakan untuk membeli kebutuhan lain di rumah seperti beras, ikan, alat mandi, dan sebagainya. Namun, utamanya, kebun gizi bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan membuka akses pangan bergizi bagi anak-anak di Sumba Barat Daya.
Penulis: Herlin Day Mapar (Koordinator program kantor operasional WVI di Sumba Barat Daya)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)