PDC Mampukan Orang Tua Tinggalkan Pola Asuh yang Lama

PDC Mampukan Orang Tua Tinggalkan Pola Asuh yang Lama

Sudah banyak riset membuktikan bahwa relasi orang tua dengan anak yang berjalan harmonis merupakan hal yang berpengaruh pada kestabilan dan keberhasilan anak tersebut di masa depan. WVI sebagai organisasi yang fokus pada anak pun memiliki data dan pengukuran khusus mengenai terbangunnya relasi yang positif antara anak dengan orang tua. Data per tahun 2022 ini menggambarkan bahwa hanya 4 dari 10 anak atau remaja di Indonesia yang merasa memiliki relasi positif dan damai dengan orang tua atau pengasuhnya. Sebagian besar anak di Indonesia, terutama di desa-desa dampingan WVI, masih merasa tinggal dengan orang tua yang mengasuh tanpa kasih, tidak paham akan hak-hak anak, atau bahkan mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap anak. 

Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat merupakan contoh area dampingan WVI yang melihat adanya masalah pada praktik pengasuhan yang melandasi tidak terjalinnya relasi saling mengasihi antara orang tua dengan anak. Di rumah, anak-anak kerap mengalami bentuk pendisiplinan yang sarat kekerasan seperti dicubit atau dipukul. Orang tua pun dapat dengan mudah mengucapkan kata-kata kasar pada anak. 

Bila berlarut-larut, praktik pengasuhan yang seperti ini dapat menjadi ancaman kekerasan domestik terhadap anak. Peluang anak mengalami kekerasan akan semakin besar karena terjadi di rumah dan pelakunya adalah orang tua sendiri. Oleh karena itu, WVI dan Yayasan Gerakan Peduli Borneo sebagai mitra, bekerja sama dengan para tokoh agama dan tokoh adat di desa-desa di Kubu Raya mengambil peran untuk mengatasi hal ini. WVI memfasilitasi pelatihan materi Pengasuhan dengan Cinta (PDC) bagi para tokoh agama dan tokoh adat. Setelah terlatih, tokoh-tokoh ini akan mentransfer materi PDC kepada jemaat atau kelompok masyarakat di desa yang berperan sebagai orang tua. 

Materi PDC memaparkan tentang konsep dan praktik pengasuhan anak yang positif, damai, dan konstruktif. Selain berbagi wawasan, pelatihan PDC juga mendorong terbentuknya kelompok pendukung keluarga (Parents Support Group/PSG). Kelompok ini menjadi wadah bagi orang tua untuk mencurahkan isi hati, berbagi praktik baik pengasuhan, serta memulihkan kepahitan pribadi yang selama ini terpendam. 

“Saya tertarik dengan salah satu materi PDC yang membahas bagaimana cara mengendalikan emosi. Jadi kita diajarkan untuk mengenali emosi supaya bisa tahu cara mengendalikannya. Materi tentang bahasa kasih juga menarik. Kita jadi mengenali bahasa kasih suami dan anak,” ujar Yulita, seorang kader di desa sekaligus ibu rumah tangga. Yulita mengikuti pelatihan PDC untuk kemudian menjadi fasilitator pertemuan PDC di desanya. Sebagai ibu dari dua orang anak, Yulita juga merasa PDC sangat bermanfaat untuk dirinya. Ia jadi bisa mempraktikkan pengasuhan yang sesuai dengan perkembangan zaman. 

“Saya juga melihat bagaimana orang tua di desa sudah mulai mengubah pengasuhannya. Misalnya, lebih mau mendengar anak ketika berbicara dan tidak memotong pembicaraan anak. Artinya, orang tua aktif mendengarkan anak. Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua juga tidak langsung menghakimi tetapi orang tua bertanya terlebih dahulu kepada anak,” tutur Yulita. 

Perubahan baik yang sama pun dirasakan oleh Endang, seorang peserta pelatihan PDC di desa yang berbeda dengan Yulita. Endang yang juga berperan sebagai ibu menceritakan bagaimana anaknya pun sampai terheran-heran dengan perubahan pengasuhan di rumah. “Saya sampai ditanya sama anak sendiri, ‘Mama, kenapa Mama tidak marah-marah lagi seperti dulu?’. Saya jawab, ‘Iya, karena Mama sudah belajar,’. Saya sadar kalau cara mengasuh yang dulu itu tidak tepat dan saya mau perubahan terjadi pada keluarga saya,” tuturnya. 

Melalui materi PDC, para orang tua di Kubu Raya terpanggil untuk melakukan pengasuhan dan membangun komunikasi yang lebih “pakai hati”. Restorasi relasi juga terjadi dalam setiap keluarga yang mengambil langkah untuk mengakhiri pola pengasuhan turun-temurun yang tidak tepat. Melangkah lebih jauh, para orang tua, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di Kubu Raya pun berkomitmen untuk menihilkan tindakan kekerasan terhadap anak di desa. Komitmen ini dimulai dari lingkungan rumah, sekolah, gereja, hingga seluruh desa. 

 

 

Penulis: Rini Ahni dan Sibedius Hardiyanto (staf Yayasan Gerakan Peduli Borneo, mitra WVI area Kubu Raya) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait