Pos Gizi DASHAT: Langkah PASTI Tingkatkan Kapasitas TPK untuk Perbaikan Gizi Anak

Pos Gizi DASHAT: Langkah PASTI Tingkatkan Kapasitas TPK untuk Perbaikan Gizi Anak

Masalah stunting dan kemiskinan kerap dianggap setali tiga uang. Anak dari keluarga dengan kategori miskin, kerap kali dianggap lebih rawan mengalami stunting. Ditambah lagi stigma yang melekat bahwa keluarga miskin tidak memiliki pengetahuan yang memadai. Termasuk pengetahuan akan pentingnya pemenuhan gizi yang seimbang bagi anak-anak di usia 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). 

Hal itu diungkapkan oleh Desi, anggota Tim Pendamping Keluarga (TPK) di salah satu desa yang berada di Desa Sungai Baru, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Stigma dan mindset masyarakat kerap kali jadi tembok tebal yang harus ia tembus bersama dengan anggota TPK lainnya. “Anak hanya diberikan nasi saja dengan kuah sayur tanpa ada sumber proteinnya,” kisah perempuan berusia 32 tahun itu.

Desi berfoto di depan banner kegiatan Pos Gizi DASHAT yang difasilitasi oleh PASTI.

Realita tersebut yang akhirnya mendorong Desi untuk mengikuti pelatihan Pos Gizi  Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT) Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT) sebagai bentuk intervensi spesifik dalam percepatan penurunan stunting yang difasilitasi oleh Program PASTI. PASTI adalah program kemitraan antara BKKBN, USAID, Tanoto Foundation, PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta didukung oleh Wahana Visi Indonesia sebagai pelaksana utama. PASTI bertujuan untuk berkontribusi dalam percepatan penurunan stunting dan perbaikan status gizi di provinsi prioritas pemerintah pada tahun 2026. PASTI berkontribusi di 4 provinsi yaitu  Banten, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PASTI adalah melatih TPK dengan materi Pos Gizi DASHAT. Pos Gizi DASHAT merupakan integrasi dua kegiatan yakni Pos Gizi dengan positive deviance (Pos Gizi dengan PD) dan DASHAT. Keduanya memiliki kategori sasaran yang berbeda. Pos Gizi dengan PD dilakukan kepada anak yang gizi kurang dengan pemberian makan intensif selama 10 hari terus menerus. Sedangkan DASHAT diberikan kepada anak yang hasil penimbangannya di Posyandu tidak naik (kategori T) dengan pemberian makan dilakukan selama sebulan penuh dengan frekuensi satu kali per minggu. Pos Gizi dengan PD dan DASHAT memiliki kesamaan proses intervensi yakni dengan pemberian makan dan demonstrasi pengolahan makan. 

Menu pemberian makan tersebut didasarkan pada konsep positive deviance/PD (penyimpangan positif). Konsep ini menekankan pada fenomena anak dari kelompok masyarakat berkategori kurang mampu namun memiliki status gizi dan kesehatan yang baik dan berbeda dari anak lainnya. 

Selama tiga hari pelatihan Pos Gizi DASHAT, Desi mendapatkan kesempatan untuk belajar bagaimana pemenuhan gizi anak dan masyarakat dapat diperoleh dari bahan pangan lokal yang mudah lagi murah. Menariknya pengetahuan akan hal tersebut justru ditemukan dari pengalaman masyarakat langsung. 

Selama pelatihan, ia bersama anggota lainnya melakukan kunjungan ke rumah keluarga dengan status gizi baik meskipun terkategori kurang mampu. Melalui asesmen, Desi dan tim mendapatkan inspirasi menu padat gizi yang telah dipraktikkan di keluarga yang  dikunjungi tersebut. Di antaranya adalah nasi goreng pelangi, nasi gulai campur, dan bubur campur sebagai menu utama. Sedangkan untuk menu kudapan terdapat martabak sayur, dadar gulung, dan bakwan pelangi.

TPK Desa Sungai Baru mengunjungi rumah keluarga PDI.

Desi bercerita bahwa secara umum menu-menu tersebut adalah makanan yang cukup disukai oleh anak-anak, termasuk balita. “Kandungan gizi juga sudah cukup memenuhi kebutuhan gizi anak. Ada karbohidrat dari nasi dan terigu, lemak dari minyak, protein hewani dari telur dan ikan teri, serta vitamin dan mineral dari sayuran,” tutur Desi.

Salah satu menu makanan Pos Gizi DASHAT.

Bagi Desi pelatihan itu menjadi modal yang berharga bagi seorang TPK seperti dirinya. Terlebih ketika ia harus memberi bukti pada masyarakat bahwa pemenuhan gizi tidak selalu mahal. “Tapi bagaimana pola asuh orang tua dalam niat dan upaya memberi gizi yang baik untuk anaknya,” kata Desi.

Desi saat menyiapkan menu Pos Gizi.

Selain itu Desi juga menilai bahwa Pos Gizi DASHAT dari PASTI tidak hanya sekadar menyodorkan menu namun juga dapat berkontribusi dalam membentuk perilaku pemenuhan gizi baik. Konkretnya melalui penyampaian pesan kunci menggunakan media komunikasi seperti poster dan yel-yel, hingga pelibatan masyarakat dalam pemberian menu makanan. “Bersama PASTI, Pos Gizi DASHAT dilakukan 10 hari berturut-turut makan bersama dan dilanjutkan sampai 3 bulan di rumah masing-masing. Pendanaan pun bersumber dari masyarakat,” kata Desi.

Pelatihan Pos Gizi DASHAT dari PASTI membuat Desi antusias. Sebagai TPK, ia pun merasa pelatihan tersebut berdampak meningkatkan kapasitasnya. “Karena sangat membantu kami membuat menu yang sesuai dengan gizi yang lengkap, mudah, dan murah. Kami jadi tahu bagaimana bisa mengambil peran yang tepat sebagai pendamping keluarga dalam meningkatkan status gizi anak,” ujarnya. Ke depan, ia berharap bisa mempraktikkan dan meneruskan apa yang sudah didapat dari pelatihan Pos Gizi DASHAT. “Perlu menemukan menu-menu lain yang lebih variatif. Supaya anak yang menjadi target sasaran tidak bosan,” tutup Desi.

 

 

Penulis: A. Adintyo (Communication Officer PASTI)


Artikel Terkait