Warisan Kebiasaan Hidup Bersih dan Sehat
Beberapa tahun lalu, Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di sungai merupakan salah satu warisan yang masih dilakukan oleh anak dan masyarakat di pesisir Sungai Melawi, Kalimantan Barat. Sebagian besar masyarakat masih hidup damai bersama tinja yang mencemari sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Mandi, cuci pakaian, bahkan tidak jarang gosok gigi juga masih menggunakan air Sungai Melawi yang tercemar. Masyarakat terbiasa menggunakan lanting, tempat BABS di sungai tanpa tangki septik atau penampung tinja, daripada toilet apung yang lebih sehat dan lebih bersih. Akibatnya, anak-anak di desa-desa yang berada di Kabupaten Melawi sering mengalami diare dan tidak mengenal cara hidup bersih-sehat.
“Saya melihat perkembangan anak-anak dari hari ke hari cenderung menurun, baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sosial serta sangat mungkin anak-anak di desa kami ada yang mengalami stunting karena tinggal di lingkungan yang sanitasinya kurang baik,” aku Bapak Maswandi, Kepala Sekolah di salah satu desa yang juga menjadi area dampingan WVI di Kabupaten Melawi.
Namun, saat ini, desa-desa di Kabupaten Melawi yang WVI dampingi sudah mendeklarasikan diri sebagai Desa ODF (Open Defecation Free). Anak dan masyarakat tidak lagi buang air di sungai dan mencemari lingkungan, melainkan di toilet yang mereka bangun di rumah masing-masing. Walaupun awalnya dirasa mahal, harus repot-repot bergotong-royong, tetapi karena ingin meninggalkan warisan yang baik bagi anak-anak, maka masyarakat pun sepakat membangun desa yang bebas BABS.
“Sebelum ada WC di rumah sebenarnya tidak enak karena kalau mau BAB harus ke sungai. Kadang kalau sakit perut atau tengah malam, rasa-rasa takut mau ke sungai. Hingga kadang-kadang ditahan sampai subuh atau menjelang pagi. Tapi kalau sakit perut ya ndak mampu ditahan. Ndak ada WC juga bikin repot juga harus bolak-balik ke sungai dan jorok,” cerita Sahril, seorang anak berusia 15 tahun yang saat ini sudah memiliki toilet di rumahnya.
Kedua orang tua Sahril awalnya pun ragu membangun toilet. Mereka memikirkan seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan. Walaupun sudah semakin sadar akan pentingnya toilet di rumah-rumah, tetapi keluarga Sahril masih belum mampu membangun. Hal ini juga dialami banyak keluarga yang ada di desa. Oleh karena itu, pemerintah desa dan WVI, melalui Dana Desa, memberi dukungan material membangun toilet bagi keluarga-keluarga yang aktif mengikuti sosialisasi dan pemicuan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
“Sekarang di rumah sudah ada WC, lebih nyaman dan tidak perlu repot-repot ke sungai. Apalagi kalau malam-malam ndak harus takut-takut ke sungai, apalagi jika hujan dan sakit. Di sungai juga tidak ada sabun untuk CTPS kalau setelah BAB. Di rumah sudah ada WC dan ada sabun, jadi ya lebih mudah dan saya senang,” tutur Sahril.
Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive)