Lindungi Anak dari Kampanye Digital Perkawinan Anak

Lindungi Anak dari Kampanye Digital Perkawinan Anak

DPR RI bekerja sama dengan BAKTI Kominfo mengadakan Webinar “Melindungi Anak dari Kampanye Digital Perkawinan Anak” pada Senin, 8 Maret 2021 lalu. Webinar ini menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Transformasi Digital dan Hubungan Antar Lembaga R. Niken Widiastuti serta Child Protection Team Leader Wahana Visi Indonesia Emmy Lucy Smith. 

Webinar ini diadakan menanggapi fenomena kampanye pernikahan dini yang sempat mencuat di media sosial. Sekitar 200 perwakilan anak dan guru dari berbagai sekolah di Jakarta mengikuti webinar ini. 

Christina mengatakan, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018, sebanyak 1,2 juta (11,2%) perempuan usia 20-24 tahun menikah pada usia anak (kurang dari 18 tahun). “Ada 2 pola perkawinan anak yang terjadi di Indonesia, yaitu anak perempuan dinikahkan dengan laki-laki dewasa, kemudian anak perempuan dinikahkan dengan anak laki-laki,” kata Christina. 

Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak tahun 2020, masalah ekonomi merupakan faktor terbesar perkawinan anak, yang diikuti dengan adat budaya setempat, rendahnya pendidikan orangtua dan anak, ketiadaan akses informasi kesehatan reproduksi, hingga pergaulan bebas. Dampak sosial pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak awal 2020 pun menjadi faktor baru penyebab terjadinya perkawinan anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan ada 119 peserta didik (usia 15-18 tahun) menikah selama prose spembelajaran jarak jauh. Pemicunya adalah meningkatnya penggunaan internet oleh anak ditambah minimnya pengawasan orangtua. Akibatnya anak terpapar kampanye digital dan akhirnya terjerumus pada pergaulan yang salah.

Untuk itu, pemerintah dan DPR RI telah mengupayakan pencegahan perkawinan anak dengan merevisi Undang-undang Perkawinan Anak dengan meningkatkan batas usia wanita untuk melakukan perkawinan, kemudian mengatur kewajiban orangtua untuk mencegah perkawinan anak. Selain itu, saat ini sudah masuk program legislasi nasional RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 

Niken mengakui pencegahan perkawinan anak di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, kolaborasi semua pihak, pemerintah, masyarakat, dan komunitas menjadi kunci pencegahan perkawinan anak yang efektif. Pemerintah menargetkan tidak lagi ada perkawinan anak pada tahun 2030.

“Kominfo terus melakukan literasi melalui media sosial serta berbagai kegiatan digital. Selain itu, kami juga melakukan pembatasan akun media sosial atau media digital yang mempromosikan eprnikahan dini,” kata Niken.

Wahana Visi Indonesia, kata Emmy, juga berkomitmen dalam perlindungan anak, termasuk salah satunya sosialisasi dan edukasi pencegahan perkawinan anak. “Perkawinan anak mengancam pemenuhan hak anak, mulai dari pendidikan, kesehatan fisik, mental dan seksual, hingga meningkatkan risiko sosial dan ekonomi yang harus dihadapi anak-anak,” tuturnya.


Ditulis oleh: Amanda Putri, Media Relation Executive Wahana Visi Indonesia


Artikel Terkait