Pemuda di Tiga Distrik Bersatu Membangun Kerukunan

Pemuda di Tiga Distrik Bersatu Membangun Kerukunan

Di balik setiap insiden konflik kekerasan, selalu ada yang dikorbankan, misalnya perempuan dan anak-anak yang merasa tidak aman, tidak bisa belajar dan beraktivitas seperti biasa. Program NOKEN (TraNsformasi kOmunitas untuk KErukunaN) Papua Wahana Visi Indonesia (WVI) yang bekerja sama dengan mitra-mitra gereja untuk meningkatkan kapasitas pemuda sebagai agen perubahan di masyarakat agar bersatu padu mencegah konflik dengan kekerasan. Salah satunya melalui pelatihan bertajuk “Memandang Konflik dari Kacamata Manusia yang Berdaya” pada 25-26 Agustus 2022 lalu.

Melalui pelatihan ini, para pemuda dari tiga distrik di Jayapura, Papua menyatukan hati dan pikiran serta menyusun rencana bersama bagi kerukunan masyarakat di Jayapura. Kegiatan diawali dengan materi pemahaman dasar konflik. Melalui diskusi pengalaman sehari-hari serta refleksi Alkitabiah, pemuda memahami bahwa konflik ternyata terdiri dari berbagai macam.

“Orang muda punya pemikiran tentang konflik kan pasti hanya permasalahan atau permusuhan begitu saja, pokoknya yang menyangkut baku pukul. Kita cuma pikir secara garis besar begitu. Tapi dari materi ini… tong (kita) belajar bahwa ternyata pemahaman konflik itu luas sekali. Ada konflik dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan kelompok, masyarakat, bahkan negara. Konflik itu tidak untuk dihindari. Konflik itu memang sudah diberikan waktu kita lahir,” ujar Rhut mengulang materi yang diperoleh dengan bersemangat.  

Konflik pada dasarnya tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Cara kita mengelolanya menentukan apakah konflik membawa kebaikan dan pertumbuhan, atau sebaliknya membawa permusuhan dan kehancuran.

“Saya senang dengan kegiatan ini karena membuka wawasan berpikir saya untuk mengelola sesuatu yang tidak perlu kita buat begitu.. misalnya konflik kekerasan, tawuran antarsuku begitu yang sering terjadi di kehidupan kami … Selama ini kan kita konflik-konflik begitu, tong tidak tahu apa yang akan terjadi di belakang. Jadi kita mulai bisa membedakan antara konflik yang satu ini dengan konflik yang ini begini, ternyata konflik yang membuat kita cerai berai antara teman, ya konflik kekerasan. Kalau tidak kekerasan ya konfliknya sebentar saja, kemudian kita akur kembali,” ungkap Jonathan (28), pemuda dari Distrik Sentani Timur.

Melalui diskusi dan bermain peran, pemuda menyadari bahwa konflik antarkelompok dapat dikelola secara positif dengan mengurangi persepsi buruk dan meningkatkan belas kasih dalam berinteraksi dengan orang/kelompok lain. Tak kalah penting, pemuda kian menyadari peran penting mereka sebagai agen perubahan dalam mengelola konflik. 

Pemuda diajak menempatkan diri sebagai tokoh-tokoh di masyarakat (kepala kampung, kepala suku, orang tua, dan guru) untuk mengidentifikasi tantangan dalam membangun kerukunan di masyarakat. Mereka lalu mengidentifikasi peluang, atau hal-hal yang dapat pemuda lakukan untuk mengatasi tantangan tersebut.

Kitong (kita) biasa kalo bilang ‘ah saya masih muda sekali belum bisa untuk begini begini’, berarti pasti palingan, kitong anak-anak muda bicara, orang-orang yang lebih tua itu tidak akan menanggapi torang (kita). Tapi di sini, di kegiatan ini mengajarkan harus berkontribusi dengan dorang (mereka), supaya masalah-masalah, atau kalau bukan masalah. kegiatan atau apa yang tong lakukan di pemuda itu berjalan dengan baik,” ujar Rhut (19), pemuda lainnya.

Pada penghujung kegiatan, para pemuda menyatakan visi dan tindakan iman mereka. Pemuda dari setiap distrik menyatukan harapan mereka akan lingkungan masyarakat yang ideal menjadi sebuah visi bersama: “Foy Reay Yo Re, Himi Reay U Re” (yang tidak baik untuk saya, yang baik untuk kampung).

“Artinya begini: Suatu hal yang saya buat baik untuk kampung, tapi orang lain bilang ‘ah kau bisa buat apa jadi’, ‘itu tidak baik kau belajar dari mana jadi’.. tapi biar pembicaraan, hasilnya baik.. yang didapat oleh masyarakat itu. Biar saya dihina trapapa yang penting saya sudah buat hal yang baik,” jelas Jonathan.

Para pemuda lantas membuat rencana kegiatan kohesi sosial yang bertujuan meningkatkan rasa kebersamaan masyarakat, berupa acara “Sentani Youth Festival” pada bulan November 2022. Jonathan selaku koordinator kegiatan menyatakan sangat siap memimpin kerja sama pemuda antardistrik.  

Ditulis oleh: Andina Larasati, MELC Noken Program Wahana Visi Indonesia


Artikel Terkait