The Power of Mama: Perempuan Papua Merawat Kerukunan Melalui Ragam Kegiatan Kreatif

The Power of Mama: Perempuan Papua Merawat Kerukunan Melalui Ragam Kegiatan Kreatif

“Mari kita mengenal identitas diri sebagai ciptaan Tuhan yang kuasa.  

Mengenal dan mengelola konflik, karena konflik tidak dapat dihindari tapi dapat dikelola menjadi peluang untuk membuat kita semakin dewasa dalam menyikapi persoalan hidup.  

Melihat konflik dari berbagai sudut pandang sehingga dapat menciptakan lingkungan yang baik tanpa persepsi yang salah.  

Berkomunikasi dengan belas kasih kepada setiap orang, terlebih dalam menghadapi suatu konflik. 

Membangun relasi antarsesama masyarakat hingga tercipta kerukunan.  

Membangun visi dan misi hidup yang baik untuk tercapainya kerukunan di dalam masyarakat,”. 

Pesan di atas berkumandang memenuhi halaman salah satu Gereja di Jayapura, Papua, menjangkau telinga ratusan warga lintas suku dan agama yang memeriahkan acara The Power of Mama Expo and Festival (Pomexval). Kegiatan kreatif ini diselenggarakan pada 10-12 Agustus 2023. Kegiatan ini bekerja sama dengan proyek NOKEN yang diimplementasikan WVI bersama mitra-mitra lokal. 

Para pejalan kaki yang menepi untuk menonton senam kreasi mama-mama turut mendengarkan. Panitia perempuan menyuarakan pesan-pesan kunci yang mereka terima dari pelatihan Empowered Worldview (EWV) Membangun Kerukunan. Mereka berharap masyarakat bersukacita sambil menghayati tujuan kegiatan yang mereka upayakan: kohesi sosial masyarakat. “Kami ulang-ulang pesan kerukunan supaya masyarakat yang berpartisipasi bisa memahami tujuan kegiatan. Meskipun banyak yang belum mengikuti pelatihan atau sudah lupa dengan materi pelatihan, mereka diingatkan akan pesan-pesan kerukunan tersebut sehingga semua tantangan dan konflik dapat terselesaikan dengan baik,” ujar Mama Alva, ketua panitia Pomexval. 

The Power of Mama membuat kami akan terus mengingat kerja-kerja positif dari seluruh mama-mama di Tanah Papua. Sesuai namanya, The Power of Mama mencerminkan kekuatan perempuan. Ini luar biasa,” seru Sekda Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi dalam sambutan. 

Perempuan di tiga kabupaten (Jayapura, Biak, dan Jayawijaya) telah memulai langkah penting sebagai agen berdaya yang mewujudkan visi bersama untuk kerukunan. Hal ini dibuktikan dengan terwujudnya aksi tindak lanjut dari pelatihan untuk menguatkan relasi antarkelompok masyarakat. Tak hanya itu, ragam kegiatan yang diinisiasi perempuan turut berkontribusi bagi lingkungan, pengembangan pengetahuan, talenta dan keterampilan warga. Masih dalam rangkaian Pomexval, para perempuan Jayapura mengadakan aksi bersih lingkungan lintas agama, lomba yosim pancar, senam kreasi, drama/film bertema kerukunan, bazaar kuliner dan kerajinan tangan lokal. Ada juga pelatihan tata rias, tata busana, dan sosialisasi deteksi dini kanker serviks. Perempuan distrik Wamena Kota dan Biak Utara mengadakan pelatihan kuliner dengan bahan lokal termasuk umbi-umbian. Perempuan Biak Kota mengadakan pelatihan anyam noken dan lidi. Perempuan lainnya di salah satu distrik di Biak mengadakan lomba futsal dan voli untuk perempuan.         

“Ibu-ibu sangat semangat ikut kegiatan. Dari muda hingga tua senang ikut kegiatan. Harapannya kerja sama dengan klasis dilanjutkan supaya mereka bisa membina talenta-talenta dari ibu-ibu Persekutuan Wanita. Selama ini vakum karena kurangnya minat jemaat,” ujar Mama Fatmawati, panitia Pomexval. Para panitia yang lain menimpali bahwa salah satu faktor vakumnya kegiatan-kegiatan seperti ini karena relasi yang kurang baik dengan jemaat lain. 

Bukan hal yang mudah bagi beberapa daerah untuk mengadakan acara lintas kelompok. Contohnya, warga dua kampung di salah satu distrik di Biak, jarang mengadakan kegiatan bersama karena terhalang oleh jarak. Bukan jarak geografis, melainkan jarak sosial. Menurut penuturan seorang tokoh masyarakat, warga kampung A memiliki tingkat pendidikan dan status sosial yang lebih tinggi, sehingga warga kampung B menjaga jarak dan kedua kampung jarang membaur.      

Namun, melalui kegiatan seperti Pomexval ini, baik panitia maupun peserta yang hadir, merasakan adanya perubahan persepsi atau perbaikan relasi selama berkegiatan bersama. “Awalnya kami jengkel dengan mereka (warga kampung A) karena terlambat datang kegiatan. Tapi seiring kegiatan, kami bersukacita bersama dan tidak lagi baku marah. Sayang sempat ada insiden yang membuat peserta cedera. Tapi setelah itu justru sa rasa kami makin kompak, saling peduli,” cerita salah seorang mama dari kampung B usai kegiatan.  

Hal serupa juga ditemui di Jayapura. “Awalnya ada teman-teman yang kurang terima dengan dilibatkannya organisasi lintas agama, namun setelah mereka mendengar pesan-pesan kerukunan dan tujuan kegiatan, mereka bisa menerima. Sebuah kebahagiaan tersendiri dapat melibatkan agama lain, bahkan technical meeting dipimpin oleh dewan juri muslim di gereja. Ini buat persepsi masyarakat lebih terbuka untuk kelompok lain. Lomba lintas kelompok juga mendewasakan kita supaya lebih bijak dan sportif,” ujar Mama Alva. 

“Kegiatan ini menyatukan semua orang termasuk yang tidak sepemahaman. Warga termasuk muslim sangat senang dengan kegiatan itu, karena jarang ada kegiatan ramai di gereja yang terbuka untuk masyarakat umum. Biasa kegiatan lintas jemaat hanya ibadah itupun hanya sekali-sekali bertemu. Tapi dari kegiatan ini kita jadi bisa mengenal satu sama lain lebih dalam,” ungkap Mama Emiliana, panitia Pomexval. 

“Kegiatan para wanita ini benar-benar berdampak pada hubungan. Ada beberapa wanita yang awalnya tidak menyukai satu sama lain, tetapi karena mereka sering bertemu dan berinteraksi selama kegiatan, mereka sekarang menjadi teman baik,” cerita Mama Mien, fasilitator pelatihan anyam noken di Biak Kota. 

Lebih jauh lagi, perempuan memperoleh tambahan pengalaman dalam berorganisasi, termasuk manajemen konflik. Saat itu lomba yospan (yosim pancar, tarian rakyat khas pesisir Papua) hendak dimulai. Seluruh peserta sudah hadir dengan kostum menawan dan penonton sudah ramai. Tak disangka hujan mengguyur lapangan. 

“Sempat ada ketegangan dan perbedaan pendapat saat hujan, apakah yospan tetap dilangsungkan di lapangan dengan risiko ada yang cedera atau pindah lokasi, sementara waktu terus berjalan. Tapi kami berusaha untuk saling menenangkan dan akhirnya bisa menyelesaikan. Para MC tetap menyemangati sambil menyanyi lagu pujian,” cerita Mama Alva. Panitia membuat pemungutan suara bersama perwakilan peserta, dan disepakati bahwa lokasi tetap dan semua bersedia menunggu hujan reda. 

“Saya baru pertama ikut kegiatan lintas jemaat, bisa saling mengenal dan meluruskan persepsi tentang orang yang baru dikenal. Dalam kepanitiaan ini kami belajar disiplin waktu dan struktur, tahu harus bicara apa ke siapa sesuai fungsinya, belajar mitigasi konflik karena sempat ada peserta yang tidak terima atas hasil lomba. Kita tidak harus menanggapi segala komentar atau keberatan agar tidak membesar, cukup dimaklumi saja,” cerita Mama Sisca.   

Pesan kerukunan kian dikuatkan dengan adanya lomba fragmen atau konten pesan kerukunan. Melalui lomba ini, para perempuan lintas jemaat adu kreativitas dalam menyebarkan pesan kerukunan melalui bermain peran dan videografi. Konten-konten ini meninggalkan kesan bagi para hadirin. 

“Kesabaran dan kekuatan doa. Dua hal ini menjadi kekuatan perempuan. Banyak yang bilang perempuan itu lemah. Sebenarnya perempuan menyimpan banyak kekuatan. Perempuan bukan hanya pendamping suami, tapi juga memiliki profesionalisme dalam dunia kerja, masyarakat, dan pendamping anak menuju kehidupan yang lebih baik. Saya percaya perempuan dapat membawa banyak perubahan baik selama memiliki kesungguhan hati. Konten-konten yang dibuat mama-mama tadi sangat menyentuh dan modern. Saya harap program kerja sama dengan WVI ini tidak hanya jangka pendek, melihat antusiasme warga yang luar biasa,” ujar Elpina Situmorang, asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Jayapura.  

Hendra Morin, videografer profesional yang menjadi juri lomba konten kerukunan turut mengapresiasi, “Apresiasi buat mama-mama Papua yang sudah berani syuting dan berani akting. Saya saja yang sehari-hari bergelut di bidang videografi belum tentu berani. Harapannya kita bisa terus membuat fragmen-fragmen yang menyebarkan pesan kerukunan dan perubahan positif bagi Papua,”. 

Ada hal penting lain yang menjadi angin segar bagi kesetaraan dan kerukunan: dukungan laki-laki. 

“Saya terkesan dengan ibu-ibu kampung yang menyempatkan diri hadir di festival seharian, karena biasanya bapak-bapak tidak mengizinkan istrinya untuk ikut kegiatan dalam waktu lama. Pernah ada perempuan yang dimarahi suaminya di depan umum karena mengikuti kegiatan dan meninggalkan rumah dari pagi sampai malam. Perempuan punya kerinduan besar untuk mengikuti kegiatan,” kata Mama Ocha, MC Pomexval. 

“Saya mengapresiasi bapa-bapa yang hadir hari ini. Memang selama ini sangat susah kita mengapresiasi istri-istri. Pada malam ini saya mengucapkan terima kasih pada ibu-ibu yang selama ini hanya di dapur, hari ini luar biasa sekali. Apresiasi juga bagi warga yang sudah membuat fragmen berisi pesan kerukunan. Dalam 3 hari ini ada perubahan, pembaharuan yang terjadi. Bila selama ini kita berkonflik satu dengan lainnya, dalam kegiatan ini kita harus menyapa satu sama lain dalam kasih. Mama-mama menjadi power, penggerak perubahan dalam keluarga dan jemaat. Terima kasih kepada WVI yang telah bekerja sama dengan GKI klasis Sentani untuk membawa perubahan di masyarakat,” pungkas Peter Walli, wakil sekretaris klasis dalam penutupan Pomexval. 

 

 

Penulis: Andina Larasati (Koordinator MEL Project NOKEN) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)


Artikel Terkait