Jalan Panjang Menghadirkan Otonomi Desa di Ende

Jalan Panjang Menghadirkan Otonomi Desa di Ende

Firminus Rettu Kota (kanan), Kepala Urusan Keuangan Desa Saga, Kecamatan Detusoko di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, mengerjakan Sistem Keuangan Desa pada Kamis (21/3/2024).

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Firminus Rettu Kota (kanan), Kepala Urusan Keuangan Desa Saga, Kecamatan Detusoko di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, mengerjakan Sistem Keuangan Desa pada Kamis (21/3/2024).

Firminus Rettu Kota membuka aplikasi Sistem Keuangan Desa di laptop. Ia mengisi satu per satu kolom yang tersedia, kemudian mengunggahnya. Sistem dioperasikan secara daring sehingga langsung terbaca oleh petugas di kabupaten hingga Kementerian Dalam Negeri serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan di Jakarta.

Rettu mengerjakan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) langsung dari kampungnya di Desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024). Tiga tahun terakhir ia menjabat sebagai kepala urusan keuangan desa tersebut.

Kini, ia tidak perlu lagi pergi ke kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Ende yang berjarak 29 kilometer dari desa. Dulu, dalam setahun, ia bolak-balik sampai 50 kali hanya untuk urusan Siskeudes.

”Sekarang sistem online dan di sini internet kencang, jadi bisa kerja dari sini,” ujarnya.

Siskeudes berisi tentang perencanaan, penganggaran, penatausahaan, dan pembukuan. Semua rencana pembangunan desa yang sudah disepakati bersama masyarakat dituangkan ke dalam Siskeudes. Seperti tahun 2024 ini, mereka akan mengerjakan proyek fisik berupa pembangunan tanggul penahan tanah. Untuk pemberdayaan, kelompok usaha tanaman hortikultura menjadi prioritas.

Masyarakat adat merawat tanaman hortikultura di Desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (20/3/2024) petang. KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Masyarakat adat merawat tanaman hortikultura di Desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (20/3/2024) petang.

Rencana pembangunan itu diikuti dengan rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa. Tertera pendapatan bersumber dari empat pos, yakni dana desa Rp 695.539.000, anggaran dana desa Rp 236.411.820, bagi hasil pajak Rp 20.646.260, dan pendapatan asli desa Rp 8.000.000. Total penerimaan untuk Desa Saga sebesar Rp 973.677.277.

Menurut Rettu, rencana pembangunan yang diusulkan itu semua disetujui. ”Di dinas hanya perbaikan teknis pengisian. Tidak ada lagi program yang dicoret atau diganti dengan yang lain asalkan itu adalah kesepakatan bersama dalam musyawarah rencana pembangunan desa,” kata Rettu.

Pengusulan dari desa nyaris tak ada hambatan setelah terbitnya payung regulasi berupa peraturan desa yang mengatur kewenangan desa. Setiap desa dapat mengajukan usulan program menurut kebutuhan. Tak ada lagi program yang bersifat titipan dari atas.

”Jadi, sekarang ini otonomi desa benar-benar terlaksana,” ujar Hendrikus Lele, Kepala Desa Saga, menambahkan.

Ia mencontohkan, dengan adanya perdes kewenangan desa, mereka bisa menggunakan dana desa untuk kegiatan budaya seperti pesta adat. Ada nomenklatur anggarannya. Sebelumya, penggunaan anggaran untuk kegiatan semacam itu tidak termuat dalam mata anggaran sehingga menjadi temuan pelanggaran. Kala itu, semua mata anggaran ditentukan dari atas.

Seorang sukarelawan dari Wahana Visi Indonesia (WVI) menikmati keindahan kampung adat Saga di Desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu (20/3/2024) petang.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Seorang sukarelawan dari Wahana Visi Indonesia (WVI) menikmati keindahan kampung adat Saga di Desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu (20/3/2024) petang.

Lahirnya perdes kewenangan desa melewati jalan panjang. Lembaga kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI) yang memulai program di Ende tahun 2013, berada di balik golnya perdes tersebut. Pertama, mereka mendorong lahirnya Peraturan Bupati Ende Nomor 2 Tahun 2022 tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

Setelah dasar hukum itu terbit, tim WVI bergerak cepat mendorong produk hukum turunan, yakni perdes kewenangan desa. WVI mendatangkan tim asistensi dari Kementerian Dalam Negeri guna memantau langsung proses penyusunan perdes kewenangan desa untuk semua desa di Ende yang berjumlah 255. Hingga saat ini, semua desa sudah memiliki perdes kewenangan desa.

Jangan sia-siakan dana desa yang begitu besar.

Maya Sinlae, Project Manager Financing Wash For Universal Coverage WVI, mengatakan, WVI sedang mendorong peraturan desa tematik fokus pada akses air bersih dan sanitasi. Beberapa desa sudah menyelesaikan perda tematik tersebut.

”Gol kami adalah penganggaran yang menghadirkan akses air bersih dan sanitasi bagi masyarakat,” katanya.

WVI juga mendorong desa mengoptimalkan kewenangan itu dengan mengembangkan potensi lokal yang dimiliki dari sisi budaya ataupun potensi ekonomi. Untuk Desa Saga, misalnya, perlu didorong pariwisata kampung adat dan pengelolaan air bersih. Usulan pengembangan itu harus dimasukkan ke dalam Siskeudes agar mendapatkan alokasi anggaran.

Anak-anak rebutan mencuci tangan di keran air di Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024). Desa itu telah mencapai sanitasi total berbasis masyarakat.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Anak-anak rebutan mencuci tangan di keran air di Desa Randoria, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024). Desa itu telah mencapai sanitasi total berbasis masyarakat.

Untuk mendukung sistem kerja Siskeudes, WVI mengajak desa agar migrasi dari sistem luring ke daring. WVI mendatangkan sebuah server untuk digunakan seluruh desa. Hingga kini, 150 desa sudah beralih ke daring, sementara selebihnya masih terkendala jaringan internet. Banyak desa di Ende belum terjangkau jaringan internet.

Kemandirian

Pieter Th Tonael, Kepala Bidang Pemerintahan Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Ende, mengatakan, perdes kewenangan desa membuka jalan untuk memajukan desa yang kini memiliki banyak sumber daya, terutama dana desa yang terus meningkat setiap tahun.

”Jangan sia-siakan dana desa yang begitu besar,” ucapnya.

Sayangnya, hingga kini dampak penggunaan dana desa di Ende belum menunjukkan kemajuan berarti jika dilihat dari predikat yang diberikan kepada desa. Dari 255 desa di Ende, belum ada desa dengan status mandiri. Desa maju 9, desa berkembang 133, desa tertinggal 113, dan desa sangat tertinggal tidak ada lagi.

Tim dari Wahana Visi Indonesia (WVI) serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Ende memantau pengoperasian Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) oleh desa-desa di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024).

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN - Tim dari Wahana Visi Indonesia (WVI) serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Ende memantau pengoperasian Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) oleh desa-desa di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/3/2024).

Kendati demikian, Pieter optimistis perdes kewenangan desa yang baru digarap satu tahun belakangan itu dapat mengubah wajah desa. Mendorong desa menjadi mandiri dengan indikator peningkatan pendapatan asli desa yang berkorelasi pada kesejahteraan masyarakat desa.

Setelah satu dekade dana desa digelontorkan, baru kali ini desa-desa di Ende mendapat otonomi untuk menentukan peruntukan penggunaan dana desa. Sebuah perjalanan yang panjang. Otonomi itu memang semestinya membawa pada kemandirian dan bermuara pada kesejahteraan bersama.

 

Sumber: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/25/jalan-panjang-menghadirkan-otonomi-desa-di-ende

 


Artikel Terkait