Kata Gen Z Papua soal Ruang Bersuara dan Berkarya bagi Perempuan
Yokbet Merauje (23) merupakan generasi muda atau Gen Z asal Papua. Dia merupakan salah satu anak dampingan Wahana Visi Indonesia saat masih melakukan implementasi program di area Jayapura (Area Development Program Port Numbay). Yoke nama panggilannya, menceritakan bagaimana perempuan juga punya hak dan ruang untuk bersuara serta berkarya.
Sebagai anak perempuan, saat kecil dia sempat dilarang ayahnya untuk punya kegiatan di luar sekolah. Namun dengan komunikasi dan komitmen memanfaatkan fasilitas rumah baca yang disediakan WVI, dia menunjukkan bahwa banyak dampak positif dari ruang bermain dan belajar yang bisa dimanfaatkan.
"Keputusan itu saya ambil dengan perjanjian dengan bapak saya kalau saya tidak boleh malas sekolah dan saya harus tunjukkan hasil apa yang saya dapat dengan mengikuti pelatihan tersebut," kata Yoke dalam program Ngobrol Seru - Perempuan Setara, Bebas Bersuara dan Berkarya, Spesial International Women's Day, Rabu (8/3/2023) malam.
1. Perempuan sulit diberikan ruang hingga kadang disepelekan
Yokbet Merauje (23) generasi muda atau Gen Z Papua dalam program Ngobrol Seru - Perempuan Setara, Bebas Bersuara dan Berkarya, Spesial International Women's Day (Youtube/IDN Times)
Yoke merasa, jika dia hanya belajar di sekolah saja, dia tak akan berkembang, butuh dukungan eksternal. Perempuan, kata dia, sangat sulit diberikan ruang hingga kadang disepelekan, namun dia percaya saat ini sudah banyak perubahan yang terjadi.
"Saat ini di Papua khususnya kami, mulai dengan melihat kemampuan diri kami dan kami mencoba mengeksplore dengan melihat kesempatan dan peluang-peluan," kata dia.
Meski sudah banyak perubahan, Yoke mengatakan, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan belum sama rata, apalagi pola pikir masyarakat tidak bisa diubah secara cepat.
Dia menyoroti bagaimana kurangnya persentase perempuan untuk bersuara di ruang publik, cenderung masih lebih banyak perempuan belum 50 banding 50.
"Kalau kita bilang setara artinya kita punya presentase yang sama, jadi selaras," katanya.
2. Suara anak bentuk Yoke berani bersuara hingga kini
Saat Yoke masih berusia anak, dia berkesempatan melakukan audiensi dengan Wali Kota. Dia mewakili forum anak bersuara soal ruang terbuka seperti taman bagi anak yang malah digunakan tidak sesuai fungsingnya. Organisasi yang membimbingnya memberikan arahan bagaimana caranya untuk bersuara dan memberikan pendapat.
"Yang paling penting adalah kita dilibatkan saat kita ingin membicarakan apa yang menjadi kebutuhan kita dalam musyawarah pembangunan," ujarnya.
Yoke sendiri kini menjadi perempuan berprestasi. Pada 2019 dia terpilih sebagai Putri Pariwisata Kota Jayapura, dan di tahun 2021 terpilih sebagai Putri Agrowisata Indonesia.
3. Berharap masyarakat bisa beri ruang yang setara bagi laki-laki dan perempuan
Yoke sebagai perempuan punya keinginan untuk terus belajar, tidak takut untuk bersuara. Dia bahkan melihat generasi di bawahnya juga sudah semakin berani untuk bersuara dan menyampaikan kebutuhan mereka. Dia juga sudah kerap mendapat penolakan dan kini mampu menujukkan bahwa ruang yang ada bisa berguna untuk mengembangkan diri.
"Saya salah satu pribadi yang mengalami perkembangan tersebut, mulai dari fase ada penolakan dari keluarga pertama, ada penolakan juga dari masyarakat merasa apa yang kami perempuan ikuti ini sebenarnya tidak terlalu berguna. Tapi saat itu saya percaya dengan langkah yang kita ambil, keputusan yang kita ambil sebagai perempuan, kita berani mengambil keputusan untuk diri kita sendiri, maka kita harus komitmen untuk menunjukkan hasil ketika kita berpikir hal yang kita pilih ini adalah hal yang positif dan akan membawa dampak yang besar untuk peningkatan kapasitas diri kita, maka hasilnya akan kita nikmati nantinya," ujar dia.
Dia berharap, masyarakat Indonesia tidak memberikan batasan atas ruang yang bisa diakses perempuan dan laki-laki, namun bisa setara dan diberi dukungan.
"Biarkan setiap manusia ini meningkatkan kapasitas diri mereka dan mengeksplore terus menerus kemampuan mereka," kata Yoke.