Kemampuan Literasi Papua Terendah di Indonesia, Gerakan Baca Tulis Harus Diperkuat
PROVINSI Papua masih berada di level terendah dalam aktivitas dan kemampuan literasi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Tanah Air, hal ini mengacu pada data terbaru dari Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) 2022. Adanya disparitas ketersediaan bahan bacaan merupakan kendala utama yang harus dihadapi untuk meningkatkan budaya literasi serta mendorong minat membaca dan menulis bagi warga asli Papua.
Duta Baca Provinsi Papua Michael J Yarisetouw mengatakan wilayah Kabupaten Jayapura salah satu wilayah terbesar di Provinsi Papua, namun masih terbatas dalam menyediakan ruang publik atau perpustakaan yang nyaman untuk aktivitas membaca. Jika pun tersedia, kondisinya terlihat sangat memprihatinkan dan tak mampu menarik generasi muda untuk mengunjunginya.
“Kondisi literasi di Papua masih jauh dari memuaskan, bahkan gedung perpustakaan daerah saja kondisinya sangat memprihatinkan sehingga tidak membuat para pengunjung nyaman dalam membaca dan meminjam buku. Padahal, ruang publik seperti perpustakaan itu sangat penting untuk menunjang minat baca warga,” ujarnya dalam acara Bincang Duta Baca Indonesia bertajuk ‘Gerakan Indonesia Membaca: Membaca itu Sehat Menulis itu Hebat” yang diselenggarakan Perpusnas RI di Papua pada Kamis (29/2).
Lebih lanjut, Michael mengatakan partisipasi orangtua sangat dibutuhkan untuk menanamkan budaya literasi pada anak di dalam keluarga sejak dini. Ia mencontohkan, misalnya, sepulang sekolah, para orangtua bisa mengantarkan anak-anaknya untuk berkunjung ke perpustakaan daerah.
“Waktu membaca keluarga sangat penting dan menjadi program yang harus digalakkan. Peran orang tua sangat mempengaruhi kemampuan literasi anak. Peran keluarga juga sangat penting untuk menumbuhkan sumber daya manusia yang melek literasi di 2045 dan proses daripada penanaman budaya membaca akan cepat berhasil jika didukung lingkungan baca yang baik,” ujarnya.
Sementara itu, hasil survei literasi yang dilakukan Wahana Visi Indonesia (WVI) di akhir tahun 2022 di Papua, khususnya di Kabupaten Sentani, Biak, Pegunungan Tengah, dan Asmat, menunjukkan rata-rata hanya 36,1 persen anak kelas 3 sekolah dasar (SD) di wilayah tersebut yang memiliki keterampilan membaca dengan pemahaman.
Rendahnya kemampuan literasi anak-anak Papua jug dipengaruhi oleh budaya Papua yang lebih didominasi oleh budaya tutur, kondisi tersebut juga karena dukungan guru yang menguasai literasi sangat minim. Bahkan, hingga kini masih ditemukan guru-guru di Papua yang tidak menguasai literasi.
Taman Baca
Sementara itu, pegiat Literasi Provinsi Papua dan Pendiri Taman Baca, Solis Hanny Felle menjelaskan letak wilayah dengan geografis yang luas dan terbatas dalam transportasi tentunya mengalami kesulitan dalam peningkatan literasi masyarakatnya sehingga penyediaan akses terhadap bahan bacaan masih minim. Untuk itu, peran kolaborasi komunitas dan pemerintah harus didorong bersama.
“Pemerintah harus terus perhatikan dan mendukung gerakan-gerakan dari para komunitas literasi, selama ini mereka banyak turun ke desa-desa dan perkotaan. Sebagian besar dari mereka banyak mengalami hambatan dan tantangan, seharusnya mereka mendapat bantuan pendanaan untuk memperkuat gerakan literasi,” ujar perempuan yang kerap disapa Mama Hanny itu.
Ibu rumah tangga asal Kampung Yoboi, Distrik Sentani Kota, Kabupaten Jayapura yang aktif memberikan edukasi terkait pentingnya literasi itu kini telah membangun 25 perpustakaan taman baca bagi warga Papua khususnya anak-anak di 10 wilayah distrik. Selama 10 tahun terakhir, dia secara sukarela membuka kelas literasi bagi anak-anak di kampung halamannya dan berkembang ke hampir seluruh provinsi Papua.
“Saya selalu meyakini bahwa seorang perempuan adalah ujung tombak dari pertumbuhan literasi bagi anak-anak yang bisa dimulai dari lingkup keluarga. Saya memulai membangun perpustakaan hanya dengan tiga buku di kampung, tetapi saat ini sudah berkembang menjadi ribuan buku. Literasi harus dimulai dari desa sendiri, kita harus menggerakkan orang-orang sekitar kita dulu, baru akan berdampak pada wilayah yang lebih luas,” imbuhnya.