Perlu Sosialisasi Masif untuk Lawan Hoaks Vaksin Covid-19

Perlu Sosialisasi Masif untuk Lawan Hoaks Vaksin Covid-19

Oleh DEONISIA ARLINTA

4 Juni 2021 15:57 WIB·

JAKARTA, KOMPAS — Hoaks terkait vaksin Covid-19 beredar luas di tengah masyarakat dan dikhawatirkan membuat masyarakat enggan divaksinasi sehingga dapat memperlambat capaian cakupan kekebalan komunitas. Karena itu, sosialisasi dan informasi yang benar perlu lebih masif diberikan oleh sumber informasi tepercaya.

Pemerhati imunisasi yang juga Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (TAGI), Julitasari Sundoro, menyampaikan, hoaks yang diterima oleh masyarakat merugikan pelaksanaan vaksinasi yang sedang berjalan. Ini berpotensi membuat cakupan vaksinasi menjadi rendah. Masyarakat diharapkan bisa lebih bijak memilih sumber informasi dari institusi yang kredibel dan terpercaya.

”Masyarakat harus mengecek kembali kalau ragu akan informasi yang diterima. Jangan malah langsung menyebarkannya,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (4/6/2021).

Julitasari menambahkan, masyarakat juga sebaiknya tidak takut dan ragu untuk divaksin. Vaksin mengandung antigen dari virus SARS-CoV-2 yang diperlukan untuk membentuk antibodi dalam melawan Covid-19. Efek samping yang timbul setelah vaksinasi, seperti demam atau bengkak di tempat penyuntikan, merupakan hal yang wajar sebagai dampak dari proses pembentukan antibodi dalam tubuh seseorang.

Biasanya, reaksi lokal seperti itu akan hilang selama dua hari setelah vaksin diberikan. Jika ada kondisi yang memang dikeluhkan, sebaiknya penerima vaksin bisa langsung menghubungi nomor kontak yang tertera di kartu vaksinasi.

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi imunologi Suzy Maria menambahkan, banyak masyarakat menanyakan aspek keamanan vaksin Covid-19 dan efek samping atau kejadian ikutan pascaimunisasi. Penjelasan soal ini dinilai harus terus disampaikan dengan baik.

”Orang-orang dengan penyakit penyerta justru perlu dilindungi oleh vaksin Covid-19 karena jika terinfeksi virus Covid-19 akan memercepat perburukan penyakit yang diderita. Risiko ini jauh lebih besar apabila tidak divaksin,” katanya.

Pakar virologi dari Universitas Udayana, Bali, I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menyampaikan, vaksinasi yang sudah berjalan di berbagai negara membuktikan pandemi bisa lebih terkendali. Kasus Covid-19 di Inggris yang vaksinasinya sudah mencapai 50 persen dari populasi dan Amerika Serikat yang sudah 40 persen menurun.

Kondisi serupa juga sudah terlihat pada tenaga kesehatan di Indonesia. Dengan cakupan vaksinasi pada tenaga kesehatan yang lebih dari 90 persen, kasus kematian akibat Covid-19 pada tenaga kesehatan telah menurun dari sebelum periode vaksinasi.

”Jadi pandemi diharapkan akan segera kita bisa akhiri dengan vaksinasi tentunya dengan cakupan di atas 50 persen dari penduduk, apalagi kalau mencapai lebih dari 70 persen,” kata Mahardika.

Meski demikian, ia menegaskan, sekalipun cakupan vaksinasi di Indonesia melebihi 50 persen, protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan tidak boleh dilonggarkan. Protokol kesehatan ini merupakan upaya pencegahan yang paling efektif.

”Long Covid”

Mahardika menambahkan, masyarakat juga perlu lebih disadarkan soal gejala sisa dari penularan Covid-19 atau yang disebut long covid. Kondisi ini terjadi apabila seseorang masih mengalami gejala Covid-19 meski sudah dinyatakan negatif dari penyakit tersebut.

”Semua jaringan tubuh manusia bisa terinfeksi virus Covid-19 ini. Jadi long covid ini membuat pasien berisiko mengalami kerusakan jaringan tubuh dalam jangka panjang hingga menyebabkan gangguan respons imun dan gangguan saraf. Karena itu, mohon jangan lagi menganggap remeh penyakit Covid-19 ini,” ujarnya.

Gejala long covid biasanya dimulai dari pelemahan fisik secara umum, sesak napas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan. Pasien laki-laki juga lebih besar peluangnya mengalami dampak long covid.

Kepala Bagian Pembinaan Fungsi RS Bhayangkara R Said Sukanto Komisaris Besar Yahya yang juga dokter paru, menyampaikan, setidaknya ada 53,7 persen pasien yang merasakan gejala long covid selama satu bulan. Selain itu, 43,6 persen pasien mengalami gejala selama satu sampai enam bulan, dan 2,7 persen mengalami gejala lebih dari enam bulan.

”Memang ada kelemahan seseorang gampang cemas, gampang depresi, ini juga faktor yang membuat seseorang long covid. Pada saat perawatan maupun saat isolasi mandiri, apabila pasien merasakan gejala-gejala setelah dinyatakan sembuh, diharapkan pasien terus berkonsultasi kepada dokter,” tutur Yahya.

Link artikel: https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2021/06/04/perlu-sosialisasi-masif-untuk-lawan-hoaks-vaksin-covid-19/


Artikel Terkait