Petani Difabel di Poso Berdaya Lewat Program Inklusi dan Berkelanjutan

Petani Difabel di Poso Berdaya Lewat Program Inklusi dan Berkelanjutan

 

Abdul Hasan Polohe (41) berfoto di dalamm kiosnya di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, Mingu (2/6/2024).

Abdul Hasan Polohe (41) berfoto di dalamm kiosnya di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, Mingu (2/6/2024).(KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU)

Medio 2022, Abdul Hasan Polohe (41) mencoba mempraktikkan metode pertanian jagung yang didapatkannya dari pelatihan yang diselenggarakan Wahana Visi Indonesia (WVI).

Ketika waktu panen tiba, dia tak menyangka 20 bibit jagung hibrida yang dia tanam menghasilkan 10 ton di ladangnya yang terletak di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Padahal, selama puluhan tahun menjadi petani jagung, belum pernah dia mendapat panen sebanyak itu.

Penyandang disabilitas daksa ini pun lantas menyadari bahwa selama ini hasil pertaniannya tidak maksimal karena tak menerapkan teknik pertanian yang tepat.

"Dari mulai pemilihan benih, pemupukan awal dihambur-hamburkan saja, sebelumnya tidak tidak jadi apa-apa," kata Hasan di kiosnya yang terletak di Desa Rompo, Minggu (2/6/2024).

Selain bertani jagung, Hasan turut mencari tambahan penghasilan dengan membuka kios kecil-kecilan di dekat rumahnya. Ketika produktivitasnya meningkat, dia didorong untuk menjadi retailer benih serta pengendali hama di kiosnya. Bermodal nekat, dia menerima tawaran tersebut.

Rupanya, bibit hibrida semakin menjadi incaran banyak orang karena produktivitasnya yang tinggi dibanding benih lokal.  Usahanya semakin berkembang dan kepercayaan dirinya semakin terpupuk. Ketika itulah dia memberanikan diri untuk menjadi pengepul dengan margin keuntungan tipis, semata-mata demi membantu petani lain.

Sukarela

Hasan adalah salah satu petani disabilitas yang mendapat pendampingan WVI melalui program Increasing the Leverage of iMSD Across Indonesia (Inclusion).

Melalui program tersebut, WVI melakukan intervensi kepada petani rentan dengan pelatihan dan pendampingan mulai dari pemilihan bibit, perawatan, pemupukan, pasca-panen, hingga pengelolaan keuangan yang inklusif. Petani rentan tersebut meliputi perempuan, petani lanjut usia (lansia), dan difabel.

Selain Hasan, kelompok difabel di Desa Rompo yang bernama Petani Istimewa (Pastiwa) turut diberdayakan untuk bertani jagung. Pada 2023, kelompok beranggotakan 15 orang tersebut diajak mengolah ladang. Lahan yang mereka garap pun disediakan oleh warga secara sukarela, tanpa dibebani biaya sewa.

Hamparan tanaman jagung di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Minggu (2/6/2024).

Hamparan tanaman jagung di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Minggu (2/6/2024).(KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU)


Ragam penyandang disabilitas di kelompok tersebut berbagai macam, mulai dari fisik hingga difabel intelektual. Salah satu pendamping kelompok tersebut, Yulla Martayanti Tombo mengatakan, upaya tersebut dilakukan agar para penyandang disabilitas tak melulu dikasihani dan selalu diberikan bantuan.

Meski banyak tantangan, terbukti mereka bisa menggarap ladang jagung hingga panen. Sistem bagi hasilnya ditentukan berdasarkan masa kerja dan dibagi ketika hasil panen jagung terjual semua. "Kalau hasil memang (produk) kami belum bisa bersaing. Tapi paling tidak, kami tidak rugi (dari hasil penjualan panenan jagung)," kata Yulla.

Yulla menuturkan, melibatkan kelompok difabel dalam keseluruhan proses penanaman, perawatan dan pemanenan jagung memberikan arti yang sangat besar. Pemberdayaan tersebut sama saja memberikan kepercayaan bahwa mereka bisa mengelola ladang sendiri, meski dilakukan secara berkelompok. Dan terbukti mereka mampu melakukannya.

"Mereka (juga) mendapatkan upah dari hasil keringatnya sendiri," kata Yulla.

Gerbang masuk

Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi mengatakan, pemberdayaan difabel untuk bertani jagung sekaligus menjadi pintu masuk untuk mengajak warga lain menerapkan metode pertanian yang memiliki produktivitas jagung. Selama ini, Pius merasa produktivitas pertanian di desa tersebut masih kurang optimal, terutama jagung. Padahal, jagung merupakan salah satu komoditas pertanian andalan di desa tersebut, selain kakao, dengan total luas ladang sekitar 200-an hektare.

Menurut Pius, peningkatan produktivitas jagung menjadi salah satu upaya untuk mengerek perekonomian desa tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode pertanian yang tepat dengan menggandeng WVI dan sejumlah mitra. Pius menyampaikan, guna mendukung target tersebut, Pemerintah Desa Doda menggelontorkan 20 persen dari Dana Desa untuk dialokasikan ke ketahanan pangan, salah satunya pengadaan bibit hibrida yang memiliki produktivitas tinggi.

"Mengubah karakter ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun perlahan, selama dua tahun ini, produktivitas kami bisa meningkat," tutur Pius.

Team Leader Inclusion Project Sulawesi Tengah WVI Kristian Edi Suseno mengatakan, program tersebut menyasar petani rentan yang susah mendapatkan akses infrastruktur, informasi, dan pasar. Program tersebut disebar di 208 desa di sembilan kabupaten di Sulawesi Tengah yang jauh dari akses-akses tersebut. Selain memberikan pelatihan dan pendampingan, sistem dalam program Inclusion memiliki mata rantai yang saling berkelanjutan.

Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi berfoto di Kantor Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Minggu (2/6/2024).

Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi berfoto di Kantor Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Minggu (2/6/2024).(KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU)

Awalnya, petani rentan diberdayakan agar lebih mandiri. Jika sudah, petani rentan yang potensial bisa menjadi offtaker atau pengepul agar serapan panenan lebih beragam dan harga jagungnya semakin naik.

Sedangkan limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan hewan. Sambil bertani, petani dapat sembari mengurus ternak. Limbah peternakan berupa kotoran ternak dapat dimanfaatkan juga sebagai pupuk untuk mendukung pemumpukan ladang milik petani. Sehingga selain dapat memberdayakan petani rentan yang bersifat inklusif, sistem tersebut juga dapat mewujudkan pertanian yang berkelanjutan. Khusus kelompok difabel, tahun ini program tersebut menyasar empat kelompok difabel di wilayah tersebut.
 

Sumber: Petani Difabel di Poso Berdaya Lewat Program Inklusi dan Berkelanjutan (kompas.com)


Artikel Terkait