Tampil Lagi di Forum Internasional, Oslin Si Gadis Sumba Cerita Pengalamannya

Tampil Lagi di Forum Internasional, Oslin Si Gadis Sumba Cerita Pengalamannya

Penulis: Aditya Jaya Iswara | Editor Aditya Jaya Iswara

WAINGAPU, KOMPAS.com - Roslinda Tamo Ina (15) kembali mengharumkan nama bangsa, dengan dua kali tampil di forum internasional tentang persoalan anak-anak. Usai tampil di agenda tahunan PBB bertajuk High Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development di New York tahun lalu, kali ini remaja yang biasa dipanggil Oslin itu bersuara di forum online dari World Vision Asia yang mengundang perwakilan negara-negara anggota PBB pada Kamis (8/10/2020).

Berbeda dari ajang pertama yang bertema kekerasan anak, kali ini Oslin menceritakan kondisi anak-anak di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) saat pandemi Covid-19. Program tersebut menyajikan hasil penilaian cepat dari World Vision Asia di 9 negara yakni Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Filipina, dan Sri Lanka.

Aspirasi mereka dituangkan dalam laporan berjudul “Unmasking the Impact of Covid-19 on Asia's Most Vulnerable Children”. Survei mengambil sampel 26.269 orang di 9 negara di Asia Pasifik, termasuk 10.060 anak dan 1.983 keluarga dengan anggota yang disabilitas.

Di forum, Oslin yang merupakan siswi SMA Negeri 1 Waingapu membuka kesempatan berbicaranya dengan menceritakan persoalan belajar online dan akses air bersih. "Kalau untuk belajar dari rumah (BDR) itu kalau anak-anak kota mereka pakai online, tapi kalau yang saya tanyakan ke adik saya di desa, katanya seminggu bisa satu atau dua kali mereka ke sekolah," terang Oslin kepada Kompas.com Selasa (13/10/2020) sore.

"Tugasnya semua diambil untuk seminggu, dikerjakan di rumah, hari Senin berikutnya diantar ke sekolah lalu mengambil tugas baru," lanjut warga Kampung Paurat tersebut, yang kini tinggal di Waingapu, ibu kota Sumba Timur. Oslin pun menceritakan sulitnya akses air bersih, karena harus menempuh jarak cukup jauh yaitu 1-2 km dan rata-rata anak-anak yang mengambil air. Sementara itu jika membeli air harga satu tangkinya adalah Rp 50.000.

Selain Oslin, anak lain yang mendapat kesempatan menyampaikan aspirasinya adalah Krish (14) asal India. Oslin bercerita, Krish menuturkan kondisi anak-anak di India seperti orangtua yang ekonominya menurun, makan yang dibatasi dari biasanya bisa 3-4 kali sehari menjadi hanya 2 kali sehari, dan harus bekerja membantu orangtuanya.

Sementara itu Tira Malino Analis Kebijakan Publik Wahana Visi Indonesia (WVI) menerangkan, ada eksploitasi seksual dan perdagangan anak di "Negeri Bollywood" menurut keterangan Krish tapi ia tidak menjelaskan lebih detail. "Anak-anak dari kelompok miskin tidak bisa akses online. Kalau dibilang hampir sama sih," ungkap Tira kepada Kompas.com melalui konferensi video yang turut dihadiri Oslin.

Disebutkan pula tingkat migrasi yang sangat tinggi di India, sama seperti meningkatnya jumlah pemudik di awal pandemi Covid-19 Indonesia. Baca juga: Roslinda, Wakil Anak Indonesia Suarakan Dampak Covid-19 di Pertemuan Online PBB Persoalan anak tidak beda jauh Sama halnya dengan Indonesia, anak-anak India juga menghadapi persoalan yang serupa di kala pandemi virus corona yang telah berlangsung 8 bulan ini.

Oslin yang mengutip perkataan Krish berujar, "Rata-rata perubahannya sama, masalah ekonomi, terus juga belajar online. Tapi kalau belajar online dia tidak menjelaskan secara spesifik" "Menurut saya semua negara terdampak akibat Covid ini" dan semua negara memiliki permasalahan yang serupa, lanjutnya.

Namun Oslin bersyukur karena pemerintah Indonesia memberikan bantuan yang menurutnya cukup menunjang sistem belajar online. Contohnya dari pemerintah ada bantuan kuota belajar, dan dari sekolah ada pembagian kartu perdana Telkomsel bagi yang sangat membutuhkan.

"Kalau menurut saya sudah cukup, kalau memang untuk benar-benar belajar pasti cukup," kata Oslin anak bungsu dari empat bersaudara buah hati dari pasangan Talu Popo dan istrinya, Maria Ytu. Ayahnya adalah guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu sekolah dasar, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa.

 Sementara itu Tira menerangkan, "Permasalahan yang dialami Indonesia hampir sama dengan negara-negara lain." Itu terlihat dari hasil penilaian cepat World Vision Asia yang menunjukkan ada dua bagian dengan dampak pandemi sangat terlihat pada anak, yaitu livelihood dan education. Education adalah perubahan pola belajar dari sekolah ke online, sedangkan dari sisi livelihood adalah kesulitan keluarga meraih pendapatan.

Hasil survei menyebutkan, 61 persen responden menyatakan matapencahariannya terdampak. Sebanyak 52 persen rumah tangga mengonsumsi makanan dengan gizi kurang, 32 persen keluarga kehilangan asetnya, dan 27 persen sulit mengakses pelayanan medis dasar.

Dari sisi perlindungan anak, 24 persen orangtua/pengasuh terpaksa memberlakukan hukuman fisik atau kekerasan emosional, 26 persen anak mengonfirmasi pengasuh berlakukan kekerasan fisik dan psikologis sebulan terakhir. Sebanyak 47 persen orangtua/pengasuh kesulitan menghadapi perubahan perilaku anak mereka, 18 persen rumah tangga mengalami stres, dan 5 persen mengalami gangguan kesehatan mental.

Anak-anak juga rentan dipekerjakan dan mengalami pernikahan dini. Menutup perbincangan, Oslin mengaku dapat banyak wawasan dari partisipasi keduanya di forum internasional. Ia bisa belajar bahwa di negara lan juga mengalami dampak pandemo Covid-19 yang sama, tidak hanya di Indonesia saja.


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tampil Lagi di Forum Internasional, Oslin Si Gadis Sumba Cerita Pengalamannya", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/global/read/2020/10/13/200942870/tampil-lagi-di-forum-internasional-oslin-si-gadis-sumba-cerita?page=3.
 


Artikel Terkait