Meniti Petualangan Literasi: Dongeng Dorong Transformasi Guru dan Anak di Sekolah

Meniti Petualangan Literasi: Dongeng Dorong Transformasi Guru dan Anak di Sekolah

Pada tahun 2023, angka literasi siswa SD telah mencapai 61,53% dengan tingkat kompetensi literasi di atas minimum. Berdasarkan kategorinya, tingkat kompetensi literasi siswa SD hingga SMA masih berada di kategori sedang. Untuk mencapai kategori baik, angka kompetensi literasi harus mencapai di atas 70%. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi siswa adalah melalui kegiatan yang menyenangkan untuk anak-anak. Contohnya, kegiatan mendongeng atau storytelling. 

Fakta menarik lainnya, mayoritas anak di Indonesia tumbuh bersama orang tua yang tidak pernah membacakan cerita kepada mereka. Padahal kebiasaan ini dapat membatasi perkembangan kognitif mereka (Alatas et al, 2013). Di sisi lain, beberapa anak yang dapat mengakses layanan Pendidikan Anak Usia Dini seringkali menemukan bahwa PAUD di daerahnya tidak cukup berkualitas, fasilitas dan materi ajar tidak memadai serta guru relatif belum terlatih (Chang, Hasan, dan Hyson 2013, Brinkman et al, 2016). Sehingga kegiatan literasi pun tidak dapat lancar terlaksana baik di rumah maupun di PAUD. 

Berkaca dari data-data di atas, terangkum dua masalah utama terhambatnya kegiatan literasi. Dan ternyata masalah ini dapat dipecahkan secara praktis. Langkah pertama adalah menyediakan lingkungan yang aman bagi siswa untuk belajar dengan merenovasi sekolah. Langkah kedua, memberi siswa kesempatan untuk meningkatkan keterampilan literasi mereka. Ketika ada fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan populasi siswa, terjadi peningkatan positif dalam hasil akademik (Dawson dan Parker, 1998).  

Ketika sekolah sudah memiliki fasilitas yang memadai, maka dapat dilangsungkan kegiatan-kegiatan literasi yang menyenangkan untuk anak. Secara akademis, bercerita atau mendongeng adalah cara yang kuat untuk menyampaiakan ide. Cerita atau dongeng tersebut menggambarkan pengalaman, mengajar mendengarkan, dan menceritakan ulang. Keterampilan literasi anak-anak pun terlatih melalui bercerita. 

Menyadari akan pentingnya hal ini bagi para murid di sekolahnya, Bapak Rifai, seorang guru sekaligus pustakawan di salah satu SD di Jakarta berinisiatif menerapkan kedua langkah praktis di atas. Bapak Rifai mengabdi di sekolah yang menjadi dampingan WVI. Ia terlibat dalam kegiatan Training of Trainer Story Telling for Teachers. Program ini bertujuan ini untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mendongeng, dengan fokus mendorong ketertarikan murid pada dunia literasi melalui kegiatan mendongeng. Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek Jakarta Urban School yang diimplementasikan oleh WVI sebagai mitra World Vision Korea, didukung oleh Community Chest of Korea dan KB Securities.  

Bapak Rifai melihat bahwa kegiatan ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi guru untuk dapat meningkatkan keterampilan mendongeng, namun juga peluang bagi guru untuk membangun relasi dengan sekolah lain dan berbagai pembelajaran terkait upaya peningkatan literasi anak di sekolah. Sebelum kegiatan pelatihan dilakukan, Bapak Rifai sudah mulai menggalakkan aktivitas literasi di sekolah dengan cara mendigitalisasi buku-buku di perpustakaan. Setiap buku ia pindai dan simpan dalam format PDF untuk diunggah ke halaman web sekolah. Anak-anak jadi makin mudah mengakses buku-buku cerita. Selain itu, Bapak Rifai pun dapat membangun jejaring dengan para relawan dari Calvin Institute yang membantunya mengelola perpustakaan digital tersebut. 

“Kegiatan ini sangat menarik dan meningkatkan antusiasme murid dan guru lain di sekolah. Anak-anak ingin durasi latihan mendongeng di perpustakaan ditambah dari yang dijadwalkan. Murid ingin di perpustakaan lebih lama,” kata Bapak Rifai.  

Sebelum mengikuti kegiatan ini, Bapak Rifai tidak menguasai keterampilan mendongeng dengan menarik. Guru cenderung menerapkan pembelajaran satu arah atau meminta anak untuk membaca. Setelah memahami storytelling, Bapak Rifai dapat menerapkan storytelling dalam pembelajaran sehingga anak-anak tidak hanya membaca dan mengerjakan tugas, namun juga dapat mendengarkan guru mendongeng dengan menarik, termasuk melanjutkan potongan cerita dongeng untuk melatih daya imajinasi murid.  

Karena ingin menerapkan apa yang sudah ia terima saat pelatihan, Bapak Rifai dan pihak sekolah pun mengadakan lomba mendongeng bagi murid. Bapak Rifai melihat bagaimana anak-anak antusias berlatih saat masa persiapan lomba. Awalnya, Bapak Rifai khawatir akan kesiapan murid karena kegiatan belajar saja sudah padat, belum lagi harus mempersiapkan dongeng dalam waktu singkat. Tapi kekhawatiran itu berubah jadi kagum karena saat hari lomba tiba, anak-anak sangat siap dan percaya diri. 

Salah satu peserta sekaligus menjadi pemenang dalam lomba mendongeng di sekolah tersebut bernama Nova. Ia adalah murid yang senang membaca. “Pertama saya diminta berlatih supaya bagus ceritanya. Latihannya di ruang perpustakaan yang baru,” ceritanya, “Guru di kelas juga membantu melatih. Saya diberi tahu cara pakai suara yang berbeda di setiap karakter, menambah gerakan tubuh, dan bicara dengan jelas,”. Sebagai juara pertama dalam lomba mendongeng di sekolah, Nova berpesan, “Janganlah berhenti mencoba karena kegagalan hanya satu dari sekian banyak percobaan,”.

Ke depannya, SD tempat Bapak Rifai mengabdi ini berkomitmen untuk menjadikan lomba mendongeng sebagai agenda tahunan. “Bukan hanya lomba mendongen, nantinya juga akan ada lomba puisi, lomba drama, dan lomba lainnya yang dapat meningkatkan literasi anak-anak,” ujar Bapak Rifai. 

Penguatan literasi bagi para guru di sekolah melalui kegiatan mendongeng telah menciptakan dampak yang positif bagi murid dan guru. Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan literasi tetapi juga membuka pintu kesempatan bagi murid untuk mengeksplorasi peluang lain dalam meningkatkan kualitas hidup mereka di masa depan. Bapak Rifai dan para guru lainnya menyampaikan harapan bahwa semoga kedepannya WVI dan mitra dapat terus mendukung pengembangan keterampilan anak didik di sekolah. 

 

 

 

Penulis: Deviana Bayhaqi dan Yonathan Prasha (tim proyek kantor operasional WVI area Jakarta) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait