Bersatu dalam Kelompok Tani Wanita Demi Lahan Ramah Lingkungan

Bersatu dalam Kelompok Tani Wanita Demi Lahan Ramah Lingkungan

Memasuki halaman rumah Katrina Kahi Awa (36) yang terletak di Desa Wunga, Kecamatan Haharu, terlihat barisan pohon mahoni menyambut di sisi kanan. Di samping rumahnya terpasang rapi paranet hitam yang melindungi bibit tanaman yang sedang ia rawat.

“Saya beli sendiri paranetnya karena saya mau buat pembibitan di dekat rumah ini,” ujarnya menjelaskan.

Ibu satu anak ini bercerita bahwa ia sudah menjadi anggota aktif di Kelompok Tani Wanita (KWT) Suka Maju sejak 2018.

“KWT Suka Maju ini awalnya berjumlah 14 anggota, namun 4 orang mengundurkan diri karena mempunyai kesibukan lain,” tuturnya.

KWT Suka Maju akhirnya memutuskan untuk membagi kelompok menjadi 2 sub kelompok berdasarkan letak tempat tinggal yang masing-masing sub berjumlah 5 orang. Untuk mendukung program KWT tersebut, Katrina merelakan halaman belakangnya menjadi lahan bertanam untuk semua anggota sub kelompoknya.

“Keuntungannya bergabung dalam KWT ini ialah bisa mendapat sebagian pasokan air  dari IRED karena hujan datang tidak menentu di desa kami ini,” tandasnya.

Desa Wunga merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Haharu yang susah mendapatkan hujan dan hanya mempunyai sedikit mata air. 

“Saya sekarang menanam 700 pohon cabai, dan itu memerlukan 5 liter air/minggu untuk masing-masing pohon. Tangki air IRED memang tidak memasok air sebanyak yang kami butuhkan. Jadi untuk menambahnya,  kadang kami membeli air sendiri dengan harga 150 ribu untuk 4000 liter air,”ujarnya sambil memeluk anak tunggalnya.

Namun, semua pengeluarannya itu terbayarkan dengan hasil panen yang cukup melimpah yang ia raup. Katrina berhasil menggumpulkan 32 kilo cabe rawit yang siap dijual dengan kisaran harga Rp 30 ribu/kilo.

“Dengan hasil begini, saya semakin terdorong untuk terus menanam dan membeli air secara mandiri,” tekad Katrina.

Tidak berbeda jauh dengan Katrina, anggota KWT Suka Maju yang lain, Yaninda Kapita (23). Berada di sub kelompok yang berbeda dengan Katrina, memilih untuk lebih banyak menanam terung.

“Kalau saya mulai bergabung KWT sejak Oktober 2019, dan waktu itu saya langsung tanam terung. Anggota Sub KWT Suka Maju yang bergabung dengan saya bisa memakai lahan saya yang ada tepat di belakang rumah ini,” ujarnya bersemangat.

Ia dan sub KTWnya memanfaatkan pupuk kandang untuk menyuburkan tanaman terung yang mereka tanam di lahan seluas 10 are. Selain itu, dalam proses pengolahan lahan, ia dan kelompoknya sama sekali tidak menggunakan sistem tebas bakar melainkan dengan membersihkannya.

“Rencananya satu orang menanam 100 pohon. Namun ternyata tidak semua bisa tumbuh karena kurang air. Akhirnya kita putuskan untuk membeli air tengki dengan iuran dalam kelompok,” paparnya.

Sejak Desember 2019, terungnya sudah bisa dipanen dan banyak peminat yang mau membeli terung mereka.

“Banyak yang bilang, terung yang kita tanam ini lebih manis dibandingkan terung yang ditanam ditempat lain,” tambahnya sambil tertawa.

Ia mengaku sudah mengumpulkan lebih dari 100 ribu rupiah dari hasil penjualan terung di kebunnya, belum termasuk terung yang ia olah sendiri untuk makan di rumah.

“Ke depannya saya mau tanam lebih banyak lagi karena selama ini saya tidak pernah tanam terung sebanyak ini. Biasanya saya tanam satu atau dua saja, tapi semenjak gabung dengan kelompok, dan mengerjakan pagarnya secara bersama-sama, saya bisa tanam banyak terung,” pungkasnya.

 

Ditulis oleh: Uliyasi Simanjuntak, staf IRED Project Wahana Visi Indonesia

 

 


Artikel Terkait