Biarlah Kekerasan Itu Berhenti di Saya
Esteviani (30), ibu dari Chila (8) dan Chira (3) merupakan peserta pada pelatihan Pengasuhan Dengan Cinta (PDC) yang dilakukan oleh tokoh agama bersama Wahana Visi Indonesia (WVI) di Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Esteviani mengungkapkan, saat menerima materi tentang bagaimana pola membangun komunikasi dengan anak dan memahami bahasa cinta anak, ia merasa bersalah karena mengingat hal-hal yang sudah dia lakukan kepada anaknya dengan tujuan untuk mendisiplinkan.
“Beberapa tahun yang lalu, waktu Chila masih umur lima tahun, saya sering memarahi dia. Saya sering membentak dia dengan nada yang tinggi hingga akhirnya dia menangis. Saya berpikir dengan begitu dia akan takut kepada saya selaku orang tuanya dan lebih menurut jika saya meminta dia untuk melakukan sesuatu. Sungguh, saat itu ketika melihat dia menangis, saya tidak merasa bersalah justru sebaliknya saya merasa senang dan berpikir sudah melakukan hal yang benar sebagai orang tua untuk mendidik anaknya dengan baik. Saya juga menganggap bahwa jika anak-anak salah, kami sebagai orang tua harus memarahinya. Kalau tidak dimarah, dicambuk, anak-anak akan semakin nakal. Yang saya tahu bahwa maunya orang tualah yang harus anak-anak patuhi,” ujarnya mengenang kejadian tersebut.
Esteviani juga menceritakan bahwa sikapnya tersebut dikarenakan ia juga pernah mendapatkan didikan yang sama bahkan lebih keras dari apa yang telah dilakukannya kepada anak-anaknya.
“Saya ingat bagaimana papa saya mencambuk saya dengan sapu lidi karena saya terlambat pulang ke rumah karena asyik bermain dengan teman-teman. Papa mencambuk saya dengan lidi hingga membekas pada kaki dan tangan saya. Rasanya itu sangat perih dan bekasnya membutuhkan waktu untuk menghilang. Bukan hanya itu, saya juga sering dimarahi dengan kata-kata yang kasar," kenangnya.
Setelah mendapatkan pengetahuan akan pentingnya pengasuhan dengan cinta kepada anak-anak, Esteviani perlahan mulai mengubah perilakunya. Ia sadar bahwa apa yang dilakukannya kepada anak-anaknya selama ini tidak tepat karena bisa menimbulkan bahaya bagi anak baik mental maupun fisik.
“Sekarang saya sudah mulai memberikan ruang kepada anak-anak saya untuk mereka berbicara, mendengarkan kemauan mereka, mengapresiasi apa yang sudah mereka lakukan. Saya mencoba untuk mempraktikkan apa yang saya pahami ketika mengikuti PDC. Saya juga mulai meminta maaf ketika saya yang melakukan kesalahan. Saya pikir hubungan kami antara orang tua dan anak lebih akrab dan saya terharu sama anak-anak saya di mana mereka juga berani untuk mengatakan permohonan maaf jika salah dan lebih ekspresif,” ungkapnya.
Kini Esteviani mulai gencar bersuara menyampaikan kepada orang tua di lingkungannya bahwa memukul anak, mencambuk anak, menggunakan kata-kata kasar kepada anak tidak tepat. Berkat PDC semakin banyak orang tua di desanya yang mulai mengubah pola asuhnya.
“Didikan yang keras itu cukuplah sampai di saya. Anak-anak saya jangan!” pungkasnya.
Ditulis oleh: Yahya Torokano, Staf Area Program Sipado Wahana Visi Indonesia