Cerita Staf: Masyarakat Asmat Masih Bisa Berubah

Cerita Staf: Masyarakat Asmat Masih Bisa Berubah

Kampung Birak berada di Distrik Jetsy, Kabupaten Asmat, Papua. Setidaknya 59 kepala keluarga (KK) terdapat di kampung ini. Dua hingga empat kepala keluarga menempati satu rumah sekaligus, sehingga hanya ada 29 rumah di Birak. Kondisi seperti ini membuat lingkungan di Kampung Birak menjadi tidak terawat. 

Fasilitas jalan yang tidak memadai, membuat siapapun yang melewati wilayah ini harus berhati-hati. Jalanan yang terbuat dari papan tidak tertata dengan baik. Belum lagi banyak papan yang hilang sehingga membuat kondisi jalanan dan jembatan menjadi sangat rawan untuk dilewati.

“Ibu, hati-hati kalau berjalan! Jalannya jahat (rusak .red),” ujar beberapa warga memperingatkan saya setiap kali saya berjalan.  

Meski begitu, belum ada juga aksi masyarakat untuk memperbaiki kondisi tersebut. 

Tak hanya jalanan yang tak terurus, masyarakat di Kampung Birak belum memiliki fasilitas sanitasi yang baik. Tidak adanya WC dengan septic tank masih menjadi gambaran kehidupan di Kampung Birak. Ada beberapa rumah yang mempunyai WC tetapi kotoran terbuang langsung ke sungai atau tanah di bawahnya.

Kebiasaan masyarakat di kampung ini masih terbilang buruk. Wilayah rawa dan terjadinya air pasang setiap harinya, membuat masyarakat, terutama anak-anak masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS) setiap hari. Melihat anak-anak BABS di jembatan atau dapur di antara celah-celah papan merupakan hal yang biasa di Birak.

Wahana Visi Indonesia (WVI) melalui program Asmat Hope tidak lantas tinggal diam melihat kebiasaan buruk ini. Pada Desember 2019 lalu, staf WVI di Asmat melakukan pemicuan kebersihan kepada masyarakat di Birak.

Meskipun kegiatan dilakukan di area yang strategis di lapangan kampung, tidak begitu banyak masyarakat yang mau berkumpul. Sebagian besar dari mereka berada di pinggir lapangan atau bahkan melihat dari area rumah masing-masing.

Saat pemicuan dilakukan, didapatkan informasi bahwa masyarakat Birak telah melakukan BAB di WC, padahal hal tersebut tidak pernah terjadi. Melalui penggalian informasi yang lebih intensif serta  menggunakan metode tertentu, masyarakat tetap bertahan pada pernyataan tersebut.

Dalam melakukan aktivitas pemicuan dan penyadaran masyarakat, WVI dibantu oleh para fasilitator.  Lewat bantuan fasilitator inilah maka masyarakat lambat laun mengatakan kejujurannya bahwa mereka masih melakukan BABS.

Saya ingat saat fasilitator bertanya dan tidak ada yang mengatakan kebenaran, saya terus berdoa agar Tuhan membuka hati masyarakat untuk menyatakan kebenaran. Alhasil, ada satu orang yang menjawab pertanyaan fasilitator dan mengaku telah melakukan BABS.

“Di rumah sudah ada WC tapi belum ada septic tank,” jelas orang tersebut yang kemudian diikuti oleh pernyataan kejujuran oleh orang lainnya.

Pemicuan pun dilanjutkan, dan sedikit berbuah manis. Salah satu warga bernama Matias Kawuri menjelaskan, “Kami biasa saling pinjam tempat untuk buang air besar. Sebelumnya kami pikir biasa-biasa saja buang air besar di pinggir kali dan itu sudah lama kami lakukan karena kami belum punya tempat yang benar di rumah kami. Setelah WVI bikin kegiatan ini, sekarang kami sadar hal itu salah dan tidak baik untuk kesehatan.”

Matias menjelaskan, dari kegiatan pemicuan yang dilakukan hari itu, ia berkomitmen untuk siap membangun WC dan fasilitas kebersihan di rumahnya. 

Melihat kejadian ini, saya menyadari bahwa mengubah sebuah kebiasaan memanglah tidak mudah. Namun, itu bukanlah hal yang mustahil. Saya percaya, saat usaha dan doa disandingkan, maka perubahan pasti bisa terjadi, juga pada masyarakat di Asmat.  To God Be the Glory!
 

Ditulis oleh: Mian Panjaitan, Project Manager Asmat Hope Wahana Visi Indonesia

#WorkWithLove #WorkInWahanaVisiIndonesia


Artikel Terkait