Jangan Kendur Terapkan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat

Jangan Kendur Terapkan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat

Kekerasan terhadap anak dapat terjadi kapan saja, di mana saja dan kepada anak siapa saja. Selama masa pandemi Covid-19, sebagian besar sumber daya serta perhatian pemerintah dan masyarakat tertuju pada penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19. Sayangnya, secara tidak langsung hal ini membuat kendur upaya pencegahan kekerasan pada anak.

Berdasarkan data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), pada Januari 2021 terdapat 28 kasus kekerasan anak di Kalimantan Barat yang dilaporkan, di mana 13 Kasus (72,22%) terjadi di Kabupaten Bengkayang.

Desa Cipta Karya Kabupaten Bengkayang, salah satu desa dampingan Wahana Visi Indonesia (WVI) Area Program Bengkayang, sejak 2017 telah mengembangkan Kelompok Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sebagai upaya bersama masyarakat menurunkan angka kekerasan terhadap anak. Kegiatan PATBM yang dilakukan di antaranya kampanye pengenalan hak anak dan sosialisasi penghapusan kekerasan terhadap anak di tingkat dusun dan RT.

Pada awal Januari 2021 lalu data menunjukkan kasus kekerasan seksual terjadi pada 11 orang anak perempuan oleh pelatih sanggar budaya di Desa Cipta Karya. Kejadian ini menjadi tamparan yang sangat keras bagi pemerintah desa dan aktivis perlindungan anak desa. Salah satunya bagi Sumiato (38), ketua relawan PATBM desa ini.

Sumiato dan delapan orang temannya tidak tinggal diam. Mereka bersepakat mendampingi anak-anak dan keluarga sejak proses pelaporan kasus ke pihak berwajib, mendampingi kegiatan pemulihan di pos Dinas Sosial P3A Bengkayang, serta menyiapkan keluarga dan lingkungan dalam proses pemulangan dan reintegrasi sosial.

Guna memastikan proses pemulangan dan reintegrasi sosial anak-anak berjalan dengan baik, maka relawan PATBM membangun komunikasi dengan para pemimpin gereja di Desa Cipta Karya, agar melalui kotbah dan berita mimbar mampu mengimbau jemaat untuk ikut mendukung proses pemulihan anak-anak dan orang tua. Aksi ini juga sebagai sarana konseling para orang tua dan keluarga anak-anak penyintas.

 “Kejadian ini sangat disayangkan bisa sampai terjadi. Bisa dianggap kelalaian kami dalam menjamin anak-anak tetap merasa aman walau di masa pandemi Covid-19. Kita tidak bisa saling menyalahkan, kejadian ini menyadarkan kami untuk tidak kendur dalam mengedukasi masyarakat di desa akan pentingnya melindungi anak dari pelaku-pelaku kekerasan,” kata ayah dua anak ini.

Sumiato merasakan pendampingan dan kemitraan yang dibangun bersama WVI bisa memudahkan setiap orang tua menolong anak-anak dan orang tua penyintas korban kekerasan. Baginya, kolaborasi antar pihak menjadi sangat penting.

Saat ini anak-anak telah kembali ke desa, tetapi relawan PATBM secara berkala terus memantau perkembangan anak dan orang tua untuk memastikan situasi anak benar-benar pulih dan kembali normal dan mendapatkan hak-hak mereka.
 

Ditulis oleh: Yan A. Riwu, CESP Coordinator Area Program Bengkayang Wahana Visi Indonesia


Artikel Terkait