Kapasitas Melampaui Disabilitas: Menolak Menutup Mata dari Isu Perlindungan Anak

Kapasitas Melampaui Disabilitas: Menolak Menutup Mata dari Isu Perlindungan Anak

Supriadin, ketua kelompok PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) di desa, fokus mendengar suara istrinya yang sedang membacakan sesuatu. Hari itu, laki-laki yang akrab disapa Adin ini akan memimpin diskusi mengenai perlindungan anak bersama para orang tua di desanya. Materi yang akan ia sampaikan padakegiatan itulah yang istrinya bacakan terlebih dulu. Adin lahir sebagai seorang disabilitas netra. Oleh karena itu, setiap kali ia harus bertugas memberikan sosialisasi, memimpin diskusi, ataupun menghadiri pelatihan, istrinya akan terlebih dulu membacakan materi-materi yang perlu Adin pelajari. 

“Keterbatasan yang saya miliki ini bukan jadi alasan untuk tidak melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat dan berkarya, karena saya tahu Tuhan menciptakan manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing,” ungkap Adin. 

Inisiatif dan partisipasi Adin dalam mengentaskan kekerasan terhadap anak berhasil memberi kontribusi pada penilaian Kabupaten Layak Anak tahun 2021. PATBM Desa yang Adin pimpin ini berhasil membawa Kabupaten Parigi Moutong mendapat gelar KLA tingkat Pratama satu-satunya di Sulawesi Tengah. 

“Pertemuan dengan WVI memberi saya banyak wawasan baru. Saya pernah diundang untuk mengikuti kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) sebagai perwakilan pendamping organisasi remaja desa pada tahun 2012. Hingga tahun 2014, saya banyak mendapatkan pelatihan tentang pendampingan anak. Setelah saya kembali ke desa pada tahun 2019, saya kembali mendapatkan pelatihan tentang PATBM dari DP3AP2KB Kabupaten Parigi Moutong yang difasilitasi oleh WVI,” cerita Adin. 

WVI dan Adin berjalan beriringan, bermitra agar anak-anak di desa dapat bertumbuh di lingkungan yang tanpa kekerasan. Selain itu, anak-anak pun dapat melihat sosok Adin yang mencerminkan partisipasi yang inklusif. Bahwa seorang dengan hambatan penglihatan pun bisa berdaya dan jadi pelopor bagi perlindungan anak-anak di desa. 

“Alasan saya mau menjadi aktivis PATBM adalah untuk memberikan pemahaman kepada para orang tua tentang perlindungan anak, khususnya kekerasan terhadap anak. Kegelisahan yang masih saya rasakan, di lingkungan saya masih terjadi perkawinan usia anak, anak yang terpengaruh narkoba, anak putus sekolah, dan masih ada anak-anak yang belum memiliki akta lahir,” tuturnya. 

Untuk mengentaskan persoalan ini, Adin bersama para anggota PATBM di desa menyusun beberapa langkah nyata dan sudah terlaksana. Ia menginisiasi sosialisasi mengenai PATBM ke 14 desa sekecamatan. Desanya sendiri mendukung PATBM Desa dengan mengeluarkan SK Desa. 

Selama 3 tahun belakangan ini, kelompok PATBM Desa telah banyak melakukan kegiatan yang sudah dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Contohnya sosialisasi upaya pencegahan kekerasan terhadap anak, penyadaran kepada orang tua tentang pengasuhan yang baik, dan tidak lupa juga berkegiatan bersama anak melalui sosialisasi cara melindiungi diri dari ancaman kekerasan yang bisa terjadi di lingkungannya. Adin bersama aktivis lainnya berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi perlindungan anak kepada masyarakat, termasuk anak-anak, sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap anak yang saat ini kerap terjadi di masyarakat. Terutama karena kekerasan terhadap anak seringkali dilakukan oleh orang-orang terdekat dari anak tersebut. 

Dengan kapasitasnya yang melampaui segala hambatan, Adin akan terus menyuarakan agar setiap orang dapat memperlakukan, mendidik, membimbing, mendisiplinkan, sekaligus melindungi anak. Hal ini sangat berpengaruh dalam memaksimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan anak serta membentuk karakter anak sesuai dengan norma dan nilai yang benar. “Serta harapan saya jika terjadi kekerasan terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, psikis, terutama kekerasan seksual, baik terjadi di rumah atau sekolah, jangan ragu atau takut melaporkan kejadian tersebut. Karena anak adalah generasi penerus bangsa. Perlindungan anak merupakan kewajiban kita bersama maka dibutuhkan peran-peran semua pihak untuk melindungi anak agar terwujud desa yang ramah anak,” pungkasnya. 

 

 

Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive

Kontributor: Indra Suwarto (Staf kantor operasional WVI area Parigi Moutong) 


Artikel Terkait