Membudayakan Partisipasi Perempuan di Timor Tengah Selatan
Tidak jauh dari pusat kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, terdapat satu desa yang ternyata masih mengatur cara hidup masyarakat dengan sistem raja dan hamba. Desa yang mayoritas masyarakatnya merupakan Suku Dawan ini juga menerapkan sistem kekerabatan yang patriarkis. Laki-laki di desa tersebut menjadi pemegang kekuasaan utama dalam pengambilan keputusan di masyarakat. Sedangkan perempuan memiliki peran yang terbatas pada urusan rumah tangga saja. Perempuan hanya bertanggung jawab untuk memasak, mencuci, membuat kopi bila ada tamu, membersihkan rumah, serta mengurus ternak kecil. Perempuan sama sekali tidak dilibatkan dalam kegiatan ataupun pengambilan keputusan di desa.
Namun, tradisi ini perlahan bisa berubah, menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman. Kepercayaan kalau hanya laki-laki saja yang berhak maju dan mampu membangun desa mulai terkikis. “Saya prihatin dengan kondisi perempuan di desa ini. Banyak bakat dan mimpi mereka yang harus dipendam karena kebiasaan dari budaya kami,” tutur Bapak Abanat (42).
Akrab disapa dengan panggilan Bapak Abanat, adalah salah satu tokoh adat keturunan raja dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Walaupun berasal dari kelompok yang terpandang, ia justru aktif mendorong partisipasi perempuan di desa. Hal ini ia lakukan setelah menjadi peserta pelatihan tentang Gender Equality and Social Inclusion (GESI) yang difasilitasi oleh proyek ENVISION, kerja sama antara Uni Eropa dan WVI. Pelatihan ini dilakukan sebagai rangkaian pengembangan kapasitas aparat desa tentang pengembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
Pelatihan yang secara khusus ingin menyasar para suami yang juga berperan sebagai pemerintah di desa ini dilakukan agar desa dapat mulai memberikan ruang partisipasi bagi perempuan. “Setelah mengikuti pelatihan ini, saya makin sadar kalau praktik ini tidak adil dan merugikan anak perempuan dan istri saya juga,” ujar Bapak Abanat.
Kemajuan desa, terutama dalam aspek ekonomi, akan semakin cepat terwujud ketika seluruh masyarakat diberi ruang untuk menyumbangkan potensi masing-masing. Dengan mengubur potensi kelompok masyarakat tertentu maka akan membuat desa kekurangan sumber daya. Seringkali, budaya atau tatanan kehidupan masyarakat sendiri yang memperkecil peluang desa untuk maju. Namun, desa di mana Bapak Abanat tinggal telah berhasil keluar dari budaya seperti ini.
Karena partisipasi aktif Bapak Abanat, serta melalui pengembangan kapasitas yang WVI fasilitasi melalui program ENVISION, kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi perempuan dalam pengembangan desa makin meningkat. Hal ini terlihat dari aksi nyata pemerintah desa yang mewajibkan 30% kehadiran perempuan dari total peserta dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan di desa.
Semenjak pemerintah desa menerapkan kuota minimum partisipasi perempuan dalam kegiatan di desa, para pemuda dan perempuan pun langsung terlibat dalam dalam setiap musyawarah desa serta kepengurusan BUMDes. Bahkan saat ini, pemerintah desa setempat selalu memanfaatkan setiap kegiatan di desa untuk menyampaikan isu GESI, baik dalam sambutan resmi maupun kegiatan keagamaan yang nonformal.
Bapak Abanat berharap agar komitmen yang sudah dibangun dapat terus dijaga oleh pemerintah desa. Ia ingin agar masyarakat di desa tempat tinggalnya dapat terus membuka wawasan dan berubah menjadi lebih baik lagi.
Penulis: Tim ENVISION area Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)