Mengubah Perspektif Pengasuhan Anak dengan Disabilitas

Stigma negatif terhadap anak dengan disabilitas kerap ditemui di daerah-daerah terjauh di Indonesia. Anak dengan disabilitas bukan hanya berhadapan dengan stigma dari lingkungan di luar rumah, tapi juga seringkali sejak di dalam rumah. Dengan keterbatasan wawasan akan hak anak, baik non-disabilitas maupun dengan disabilitas, orang tua atau pengasuh akhirnya terjebak dalam pola asuh yang kurang tepat. Ketidaktahuan ini akhirnya menjadi hambatan baru bagi anak disabilitas. Hak-haknya semakin terkubur. Akses, partisipasi, dan pemberdayaan makin sulit dijangkau.
Awalnya, Herlina, juga mengalami tantangan dalam mengasuh cucunya yang memiliki hambatan penglihatan. “Cucu saya ini adalah anak dengan disabilitas karena alami kesulitan dalam penglihatan. Setiap melihat dia, yang ada hanya rasa kasihan karena merasa dia penuh keterbatasan. Saya juga bingung mau melakukan apa karena tidak pernah punya pengalaman dan pengetahuan mengasuh anak dengan disabilitas. Sering muncul rasa tidak terima dan kecewa dengan Tuhan,” cerita nenek berusia 53 tahun ini.
Sebagai pengasuh utama, Herlina sendiri masih terkungkung dengan perasaan “mengasihani” cucunya. Ia belum bisa melihat bahwa cucunya juga memiliki potensi yang sama dengan anak-anak lain. Hambatannya saja yang berbeda, tapi kesempatan untuk pemenuhan hak dan berdaya tidak berbeda dengan anak lain.
Sudut pandang dan pengasuhan Herlina pada cucunya mulai berubah setelah ia mengikuti pelatihan Pengasuhan dengan Cinta, khusus untuk orang tua dan pengasuh anak-anak dengan disabilitas. Pelatihan ini difasilitasi oleh Wahana Visi Indonesia yang melayani di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Kegiatan ini dapat terlaksana dengan kemitraan dengan Yayasan Benih Pengharapan Indonesia.
“Saat diundang oleh WVI, saya sangat antusias untuk ikut. Di pelatihan ini saya belajar banyak hal seperti, pengasuhan positif, hak-hak anak, dan perkembangan anak. Saya belajar bahwa cucu saya ini adalah amanah dari Tuhan kepada saya, bukan beban. Saya jadi orang yang tidak hanya fokus pada hambatan cucu saya ini, tapi saya bisa melihat banyak hal menajubkan dan hebat yang sudah dibuat cucu saya. Dia mampu bantu saya melakukan pekerjaan di rumah. Dia bahkan bisa cuci bajunya sendiri. Cucu saya tidak selemah yang orang pikirkan,” tuturnya Herlina. Cara pandang yang baru ini membuat Herlina berkomitmen mengasuh cucunya dengan lebih baik lagi.
“Saya berharap saya bisa menerapkan materi pelatihan ini dalam mengasuh cucu saya. Saya akan berusaha keras untuk itu dan yakin Tuhan pasti menolong saya dan cucu saya ini. Harapan pasti ada. Dan, semoga ada pertemuan rutin untuk orang-orang tua yang mengikuti pelatihan ini supaya kami bisa saling belajar dan berbagi satu sama lain. Kami bisa mendukung dan menguatkan satu sama lain.” harap Herlina.
Penulis: Sebastian Rengga (Manager kantor operasional WVI di Bengkayang, Kalimantan Barat)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)