Nurani Beraksi: Advokasi Demi Perlindungan Anak-anak di Papua

Nurani Beraksi: Advokasi Demi Perlindungan Anak-anak di Papua

Peristiwa konflik kekerasan selalu merugikan banyak pihak, terutama perempuan dan anak-anak. Ketika konflik terjadi, anak, perempuan, dan masyarakat akan merasa tidak aman, tidak bisa belajar, dan sulit beraktivitas seperti biasa. Di tengah kondisi tersebut, Program NOKEN (TraNsformasi kOmunitas untuk KErukunaN) Papua, kerja sama Wahana Visi Indonesia (WVI) dengan mitra-mitra Gereja, berupaya meningkatkan kapasitas perempuan, pemuda, dan tokoh masyarakat agar dapat menjadi agen pembangun kerukunan. Agar kalau konflik terjadi, unsur masyarakat ini dapat mengalami kerugian yang lebih kecil, bahkan mencegah terjadinya konflik di lingkungan sekitar. 

Komite kerukunan di salah satu distrik yang berada di Kabupaten Jayawijaya terdiri dari gabungan unsur tersebut. Komite ini bermimpi mewujudkan lingkungan yang aman bagi anak dengan mencegah konflik kekerasan. Salah satu pemicu konflik di distrik tersebut adalah penyalahgunaan minuman keras (miras). Oleh karena itu, komite melakukan upaya advokasi yang ternyata disambut baik oleh para pemangku kepentingan. WVI bersama mitra program NOKEN memfasilitasi konsultasi publik untuk menyusun peraturan pembatasan dan peredaran miras hingga proses pengesahan nanti. 

“Saya sebagai komite kerukunan berharap di RT, kampung, dan distrik kita itu tidak ada kekacauan, tidak ada konflik antara satu dengan yang lain, supaya bisa hidup aman, nyaman, dan kami boleh beraktivitas dengan baik,” ujar Lukas, anggota komite. 

Sejak awal terbentuk pada tahun 2023, komite kerukunan telah memperoleh peningkatan kapasitas yang memampukan mereka melakukan sosialisasi, advokasi, hingga mediasi. Komite berhasil menganalisa bahwa miras adalah salah satu pemicu masalah yang sehari-hari mereka jumpai, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga hingga konflik kekerasan antarsuku. Pada tahun ini, miras telah memicu perkelahian antarkelompok yang menyebabkan rumah-rumah hancur dan korban luka-luka. Hal seperti ini telah berlangsung dalam kurun waktu lama di distrik tersebut.  

“Rumah terbakar, kecelakaan, orang dipalang di jalan semua karena minuman keras. Jangan sampai generasi penerus kita terputus karena minuman keras. Banyak anak muda meninggal karena minuman keras,” tutur Andreas, selaku lurah, dengan lirih.  

“Memang miras ini penyakit sosial. Setiap hari kita jumpai orang minum miras, bahkan yang sampai kecanduan. Pengedar atau pendistribusi, ada di lingkungan kita. Banyak yang memproduksi miras termasuk di kelurahan saya. Itu menjadi sumber pendapatan mereka. Sebenarnya masalah ini kita pelihara, kita pelihara secara sadar. Harus ada efek jera bagi pengedar dan peminum, supaya memutus (mata rantai) berbagai masalah yang ada,” seru Kosmas. 

Proses diskusi draf peraturan berjalan menarik. Banyak usulan untuk mencari solusi praktis yang adil namun sejalan dengan kearifan budaya. Misalnya, terkait pembayaran denda, ada yang mempertanyakan apakah adil bila denda dibebankan pada keluarga dan bukan pribadi pelaku saja, mengingat banyak keluarga yang kurang mampu. Yang lain mengusulkan agar denda didiskusikan di pertemuan selanjutnya. Namun keinginan agar peraturan disahkan sudah tak terbendung.  

Andreas pun menegaskan, “Kalau ada aturan, harus ditegakkan betul. Harus ada kesepakatan hukumannya apa, supaya tidak membiarkan (pelaku). Kita adakan pendekatan (pada warga) lalu kesepakatan yang sudah dibuat kita berikan pada mereka,”. 

Usai mendiskusikan dan mencatat draf peraturan, masyarakat menandatangani lembar rekomendasi dan menyerahkannya pada kepala distrik. Senyuman terpancar dari wajah anggota komite, pertanda kesatuan hati masyarakat dan pemerintah distrik untuk mewujudkan mimpi akan lingkungan yang lebih baik.

“Saya bangga dan bahagia. Semoga draf yang kita bahas tidak berhenti sampai di sini, tapi kami akan bahas lagi dengan mengundang kampung-kampung. Para masyarakat semua tolong kasih data di mana orang-orang membuat minuman, supaya kita tahu dan mempunyai data itu. Tolong sampaikan juga secara lisan kepada keluarga untuk mengetahui bahwa ada peraturan distrik yang harus disepakati. Akan kita tindaklanjuti di tingkat kampung sehingga dengan adanya aturan ini, kita bisa menertibkan warga masyarakat dan menyelamatkan generasi penerus kita,” pungkas Laurens, kepala distrik. 

“Saya sangat senang dengan penyusunan peraturan ini. Harapan saya ke depan agar distrik ini selalu aman dan jadi contoh untuk 39 distrik lain di Jayawijaya,” kata Afrida, staf distrik yang aktif berkegiatan bersama komite kerukunan. 

 

 

Penulis: Andina Larasati (Koordinator program NOKEN) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait