Serunya Bisa Curhat Sama Orang tua

Serunya Bisa Curhat Sama Orang tua

Dapur menjadi salah satu tempat favorit Febri dan Bu Mardiyah saling bertukar cerita. Sambil saling bantu memasak sayur makan malam, anak dan ibu ini asyik mengobrol tentang aktivitas mereka seharian itu. Bu Mardiyah bercerita tentang kegiatan pengajian, Febri bercerita tentang kegiatan di sekolah. Obrolan pun masih terus berlanjut hingga makanan siap dan seluruh keluarga duduk bersama di meja makan. 

Suasana rumah Bu Mardiyah sekeluarga terasa lebih hangat dan akrab karena ada keterbukaan antara orang tua dan anak. Sebelumnya, jangankan saling bertukar cerita, makan bersama di rumah pun jarang terjadi. “Sekarang kami jadi bisa punya waktu ibadah sholat sama-sama, makan juga sama-sama. Tadinya ya makan tapi sendiri-sendiri,” cerita ibu dari empat orang anak ini. 

Febri adalah anak kedua Bu Mardiyah yang saat ini berusia 16 tahun. Sebagai seorang remaja, Febri sempat merasa kesulitan berkomunikasi dengan ayah dan ibunya. Apalagi ketika sang ibu dalam keadaan marah dan mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya. “Yang Febri paling tidak senang itu kalau Mamak marah suka asal ngomong, kaya suka bawa usia. Jadi bikin sakit hati, apa Mamak ga berpikir perasaan anak sampai bisa ngomong seceplos itu,” teringat Febri. Namun sekarang, setelah Bu Mardiyah rajin terlibat dalam kegiatan pengajian yang dikombinasikan dengan PDC (Pengasuhan dengan Cinta), ibu terkasih dari Febri ini sudah berubah. 

Mengasuh dan mendidik empat orang anak tentu menjadi tantangan yang besar. Perbedaan karakteristik tiap anak juga kerap membuat Bu Mardiyah bingung cara mendisiplinkan seperti apa yang tepat untuk tiap anaknya. Belum lagi, tugas-tugas lain sebagai ibu rumah tangga juga memberi tekanan tersendiri. Akibatnya, Bu Mardiyah merasa kebingungan dengan pola mendisiplinkan anak yang tepat sekaligus juga lelah melakukan pekerjaan rumah tangga yang tidak ada hentinya. 

“Dulu kalau minta tolong anak membantu urusan dapur tuh susah. Saya jadi merasa anak-anak ini bandel. Kalau merintah, ga mau dengar. Jadi saya marah, nadanya keras, suaranya agak tinggi,” tutur Bu Mardiyah. Setelah mengikuti sesi-sesi PDC di pengajian, Bu Mardiyah pun diajarkan tentang cara berkomunikasi yang bukan hanya mampu mendisiplinkan anak, tapi lebih dari itu, menjalin keterbukaan dengan anak. “Prosesnya memang ga spontan sih. Pelan-pelan. Saya mulai ngomong begini sama anak-anak: Dek, tolong ya pengertiannya dengan Mamak. Mamak kan cape kerja ke sawah, nanti lagi nyari rumput buat makan ternak. Bapak juga kan ga selalu ada di rumah. Jadi tolonglah bagi tugaslah. Kakak masak, nyapu. Adek tolong bantu Mamak nyuci piring ya,” cerita Bu Mardiyah. 

Sejak mencoba mempraktikkan cara berkomunikasi yang lebih stabil, anak-anak Bu Mardiyah mau membuka diri untuk lebih dekat dengan orang tuanya. “Sekarang senang sekali sudah bisa sangat dekat dengan Mamak. Pengen bisa begini terus karena jadinya udah ga ada yang mengganjal, ga ada yang dipendam,” ungkap Febri. Bu Mardiyah pun merasakan hal yang sama, “Senang bisa lebih dekat dengan anak-anak. Anak-anak juga sudah ga ada rasa terpaksa. Mau cerita apa saja bisa,”. 

Bu Mardiyah dan Febri adalah contoh keluarga di area dampingan WVI di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat yang sudah mengalami transformasi relasi. Hal ini terjadi karena Bu Mardiyah mengikuti dan mengaplikasikan materi Pengasuhan dengan Cinta yang fokus pada positive parenting. Berdasarkan data dan analisa yang WVI lakukan, perbaikan hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu hal yang mampu menekan terjadinya kekerasan terhadap anak. Bahkan, bila relasi antara anak perempuan dengan ayah dapat terubahkan, hal ini akan berpengaruh dalam menekan terjadinya perkawinan usia anak. Oleh karena itu, WVI bersama mitra di berbagai tingkat terus menerapkan pendekatan PDC kepada para orang tua dan anak yang berada di daerah-daerah terjauh dan tertinggal. Harapannya, makin banyak anak-anak Indonesia yang tumbuh dalam keluarga yang saling menjaga dan saling mengasihi seperti Bu Mardiyah dan Febri. 

 

 

Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive

Kontributor: Tim kantor operasional WVI area Bengkayang, Kalimantan Barat 


Artikel Terkait