Relasi Pulih, Sukacita Hadir, Anak Terlindungi

Setiap orang tua tentunya memiliki karakter tersendiri dalam mendidik dan melakukan pola asuh terhadap anak. Namun, pola asuh juga mengalami efek bola salju. Pola asuh yang dialami seorang anak akan terefleksikan ketika kelak anak tersebut menjadi orang tua. Bisa dibilang, pola asuh juga diwariskan secara turun-temurun. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk dapat menilik kembali relasi antara dirinya dan orang tuanya, agar dapat memberikan pengasuhan yang terbaik pada anaknya.
Hal ini pun menjadi sorotan dalam pelatihan Pengasuhan dengan Cinta (PDC) yang Wahana Visi Indonesia terapkan di salah satu kabupaten dampingan yaitu, Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat. Ibu Santika, 34 tahun, peserta PDC dengan konteks agama Islam, menceritakan, “Sebelum kenal PDC, di keluarga saya pola asuhnya masih menggunakan kekerasan seperti, menakut-nakuti anak dengan sapu lidi untuk dipukul serta masih memukul anak,”.
Ibu Deviana, peserta PDC dengan konteks agama Kristen juga memiliki pengalaman pengasuhan yang sama. “Saya masih menggunakan amarah ketika mengasuh anak, bahkan sampai menggunakan kekerasan, seperti mencubit, memukul, dan menjewer anak,” ungkap ibu berusia 33 tahun ini.
Salah satu akar masalah pengasuhan terletak pada masa anak-anak seorang ayah dan ibu. Ibu Santika dan Ibu Deviana mengalami pola asuh yang tidak sarat kasih sayang saat kecil. Apa yang mereka alami sebagai anak yang kurang kasih sayang akhirnya berdampak pada anak-anak mereka saat ini. Padahal, penting bagi seorang anak untuk merasakan kasih sayang yang cukup dan tulus dari kedua orang tuanya. Hal ini bahkan akan memengaruhi kecerdasan kognitif dan emosional mereka kelak.
Pelatihan PDC biasa dimulai dengan sesi pemulihan relasi. Para ayah dan ibu yang terlibat mencoba berdamai dengan masa lalu. Langkah ini sangat penting agar orang tua tidak lagi terperangkap oleh masa lalu mereka yang tidak baik dan siap mengubah pola asuh mereka saat ini. Hati yang telah diubahkan akan lebih siap ditanami bibit-bibit yang baik.
"Setelah mengikuti PDC, saya semakin sadar bahwa menasihati anak yang disertai dengan kekerasan bukanlah sikap yang baik dalam pengasuhan. Sekarang saya sudah bisa mengontrol emosi dan lebih memperhatikan anak, mengutamakan kasih sayang. Kalau menasihati anak, lebih disertai dengan sentuhan kasih sayang dan alhamdulliah anak-anak sekarang lebih cepat paham dengan apa yang saya sampaikan,” cerita Ibu Santika.
Tidak hanya pola asuh saja yang mengalami perubahan, setelah mengikuti PDC, beberapa peserta juga mengalami pertumbuhan secara iman dan sosial. Ibu Deviana menyatakan, “Setelah mengikuti PDC, relasi saya dengan Tuhan pulih kembali dan menjadi lebih baik. Sebelumnya, saya sangat jarang ke Gereja bahkan berdoa juga jarang. Tapi sekarang saya mulai aktif ke Gereja, ibadah bersama di lingkungan,” tuturnya. Ibu Deviana yang semula menutup diri dengan sekitarnya, sekarang sudah lebih terbuka. Ia justru merasa mendapat dukungan dari ibu-ibu lain karena sama-sama memiliki tantangan dalam pengasuhan anak. Mulai sekarang Ibu Deviana juga berkomitmen untuk tidak menggunakan kekerasan lagi dalam mengasuh anak.
Penulis: Sibedius Hardiyanto (Staf Lapangan YGPB, mitra WVI di Kubu Raya)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)