Lindungi Anak dari Informasi yang Menyesatkan

Lindungi Anak dari Informasi yang Menyesatkan

Oleh SONYA HELLEN SINOMBOR

13 Februari 2021

Perkawinan anak memberikan dampak yang sangat besar bagi masa depan anak perempuan, mulai dari kesehatan sang anak, pendidikan, hingga ekonomi. Karena itulah akhir tahun 2019, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terkait batas usia minimun perkawinan bagi perempuan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1/1974, khususnya Pasal 7 diatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika laki-laki dan perempuan mencapai umur 19 tahun.

Revisi UU Perkawinan tersebut senapas dengan perjuangan yang diteriakan perempuan-perempuan Indonesia semenjak Kongres Perempuan Indonesia pertama tahun 1928, untuk menghentikan praktik-praktik perkawinan yang menghancurkan kehidupan anak-anak perempuan di Tanah Air.

Namun perjuangan mencegah dan menghapus perkawinan anak, taklah mudah. Pasca revisi UU Perkawinan, promosi tentang ajakan menikah di usia gencar dilakukan kelompok tertentu, dengan memanfaatkan media sosial.

Bahkan, di masa pandemi Covid-19 pun promosi menikah di usia anak makin gencar melalui media sosial, maupun penyebaran pamlet kepada masyarakat sebagaimana terjadi baru-baru ini yang dilakukan sebuah penyedia jasa penyelenggara pernikahan atau weddings organizer (WO).

Ajakan menikah di usia anak oleh WO itu menuai kecaman dari berbagai kalangan, terutama yang aktif dalam gerakan mencegah perkawinan anak.

Selain kontraproduktif dengan sosialisasi dan kampanye stop perkawinan yang dilakukan pemerintah dan organisasi perlindungan anak dan perempuan, informasi yang disebarkan dinilaikan menyesatkan dan menakut-nakuti masyarakat, terutama anak perempuan.

Dalam akun maupun pamlet yang diedarkan WO tersebut ada pesan untuk kaum muda yang tertulis antara lain : “Semua wanita muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih”. Tak hanya promosi perkawinan anak, akun WO tersebut juga mempromosikan perkawinan siri.

Menanggapi promosi tersebut, Rabu (10/2/2021) pagi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menegaskan, selain melanggar hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan dan Perlindungan Anak, konten dan promosi penyedia jasa itu ditengarai mengarah pada modus perdagangan orang.

Menteri Bintang pun berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian RI (Polri) agar mengusut tindakan tersebut dan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) segera menutup akun penyedia jasa penyelenggara acara perkawinan itu.

Perampasan hak anak

Tak hanya Menteri PPPA, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), suara lantang juga diteriakkan organisasi-organisasi antikekerasan terhadap dan perempuan.

Gerakan Bersama untuk penghapusan kekerasan pada anak di Indonesia (Indonesia Joining Forces to End Violence Against Children/IJF EVAC) menyayangkan dan menentang segala tindakan organisasi atau lembaga yang mempromosikan perkawinan anak.

Praktik perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak. “Kami ingin menekankan lagi kepada pelaku usaha, orangtua dan semua elemen masyarakat bahwa isu ini bukan hanya soal perkawinan, tetapi perampasan hak–hak anak akan kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi,” ujar Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia sekaligus Ketua IJF EVAC, dalam keterangan pers, Kamis (11/2/2021).

Isu ini bukan hanya soal perkawinan, tetapi perampasan hak–hak anak akan kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi.

Promosi perkawinan anak itu merefleksikan fenomena “gunung es” perkawinan anak di Indonesia. Data Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tentang perkawinan anak tahun 2018 memperkirakan 1,22 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, menempatkan Indonesia di peringkat ke delapan di dunia dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia.

Apalagi, hampir semua atau 94 persen anak perempuan dan 91 persen anak laki-laki yang dikawinkan putus sekolah. Data itu diperkuat data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016, menjabarkan anak yang dikawinkan kemungkinan besar akan hamil dan melahirkan anak, yang berisiko besar bagi kesehatan mereka.

Bahkan, ketika menikah di usia anak, risiko kematian sangat besar. Komplikasi saat kehamilan dan persalinan adalah penyebab utama kematian bagi anak perempuan berusia 15-19 tahun di seluruh dunia.

“Dari segi kesehatan, dampaknya amat besar, 53 persen perkawinan di bawah 18 tahun menderita depresi dan 30-40 persen peningkatan risiko tengkes atau gagal tumbuh kembang (stunting) selama dua tahun. Risiko kekerasan dalam rumah tangga dan  perceraian meningkat, serta belum memiliki kematangan psikologis,” ujar Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, KemenPPPA Lenny N Rosalin.

Child Protection Team Leader Wahana Visi Indonesia (WVI), Emmy Lucy Smith, mengakui banyak persoalan kemiskinan di masa pandemi Covid-19, sehingga orangtua menganggap anak sebagai beban, dan menikahkan anak jadi solusi. Padahal, pernikahan usia anak berpotensi menimbulkan masalah lebih besar, terutama bagi anak perempuan.

“Terlalu mahal harga yang harus dibayar untuk pernikahan anak, terutama anak perempuan. Pendidikannya terhambat sehingga sulit untuk meraih cita-citanya di masa depan, serta risiko kesehatan dan risiko lainnya,” kata Emmy.

\Melawan hukum

Gerakan Masyarakat Untuk Penghapusan Perkawinan Anak, yang tergabung dalam berbagai organisasi masyarakat sipil pun meyakini tindakan Aisha Wedding yang melakukan promosi perkawinan anak di akun resminya dan akun-akun media sosial merupakan tindak melawan hukum.

Sebab, dalam akun resmi penyedia jasa itu dan beberapa akun media sosialnya di Facebook, Twitter mempromosikan usia ideal bagi perempuan untuk kawin yaitu di usia 12-21 tahun.

Selain itu, ada promosi terkait menyediakan jasa pencarian jodoh bagi orang tua yang akan mengawinkan anak-anaknya, menyediakan jasa penyelenggaraan perkawinan secara sirri dan jasa layanan pencarian jodoh untuk poligami.

“Kami meyakini tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola akun itu melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” tegas Ketua Dewan Pengawas International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Dian Kartikasari.

Informasi yang disampaikan penyedia jasa itu kepada publik juga dinilai sebagai informasi menyesatkan dan menakuti-nakuti, sehingga diduga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Lena Maryana Mukti menegaskan promosi perkawinan anak dan perkawinan siri, meresahkan dan bertentangan agenda nasional dalam perlindungan anak dan upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender.

“Layanan jasa yang ditawarkan yakni mencarikan jodoh bagi anak-anak perempuan dan perempuan muda yang akan dikawinkan, dan memfasilitasi proses perkawinan secara poligami. Layanan jasa yang ditawarkan ini tak ubahnya seperti praktek perdagangan orang, khususnya perdagangan orang jenis pengantin pesanan,” kata Lena.

Praktik perjodohan yang ditawarkan penyedia jasa itu disinyalir mengarah pada praktik perdagangan orang. Sebab, prakti tersebut memakai posisi rentan dan relasi kuasa timpang, sehingga terjadi  eksploitasi dan memberi keuntungan pada pihak yang menjodohkan.

Karena itu, pemerintah diminta untuk memperkuat sosialisasi usia minimal perkawinan dan upaya pencegahan perkawinan anak, sampai ke tingkat desa, begitu juga Kemenkominfo diminta menutup akun-akun media sosial yang mempromosikan perkawinan anak. Adapun Polri harus mengusut kejahatan siber terkait promosi perkawinan anak dan perdagangan perempuan dan anak perempuan, terselubung. 

 

Artikel ini dimuat dalam Harian Kompas, 13 Februari 2021 halaman 5. Link artikel: https://www.kompas.id/baca/dikbud/2021/02/13/lindungi-anak-dari-informasi-yang-menyesatkan/


Related Articles