Bertani Jagung untuk Pendidikan Anak

Bertani Jagung untuk Pendidikan Anak

Menjadi petani jagung pertama kali dilakukan Tendri A. Landu, Ketua Kelompok Wanita Tani Mekar Jaya Desa Alindau, pada 2002, tepat setelah ia dan suaminya pulang ke kampung halamannya di Sulawesi Utara. Tendri tidak menyangka, pertanian jagung memberikan perubahan perekonomian yang signifikan di keluarganya.

Tendri dikaruniai enam orang anak. Meski salah seorang anaknya telah meninggal dunia dan anak lainnya ada yang diurus oleh keluarga lainnya, Tendri masih harus menanggung beban domestik keluarga, serta beban pendidikan empat orang anak lainnya.

“Saya sempat berpikir untuk merantau ke Kalimantan untuk mencari kerja, lalu anak-anak saya akan titipkan ke keluarga, dan nantinya biaya pendidkan anak-anak akan saya kirim dari Kalimantan setiap bulannya. Tetapi atas saran dari kakak saya, Ibu Vera, agar saya tidak perlu merantau ke Kalimantan tetapi ikut kerja dengan dia saja. Kasihan anak-anak kalau harus ditinggalkan, katanya,” cerita Tendri terkait kondisi keluarganya.

Nasib baik datang kepada Tendri. Tepat pada 2010, sebuah lahan yang dibeli oleh kakaknya, dipercayakan untuk dikelola olehnya. Lahan seluas 1 hektare menjadi kesempatan bagi Tendri untuk menjadikannya sebagai lahan jagung.

Saat itu, saya orang pertama yang menanam jagung di Desa Sipeso, kemudian setelah melihat hasilnya, beberapa masyarakat juga mulai menanam. Hasil yang saya dapatkan saat itu cuma sekitar 5 ton dan saya jual ke Adipura dengan harga kisaran Rp2.200 sampai Rp3.200 per kilogram,” kenangnya.

Tendri mengaku cukup aktif menanam jagung hingga saat ini. Proyek Moringa Wahana Visi Indonesia (WVI), atas dukungan Australian Aid (Ausaid), turut membantu Tendri untuk memperluas pemasaran hasil jagung dari lahannya. Bersama para petani jagung lainnya, Tendri mendapatkan sosialisasi tentang budidaya tanaman jagung yang baik dan benar serta membantu para petani bekerja sama langsung dengan beberapa perusahan benih berkualitas.

Melalui pendampingan proyek Moringa WVI dan adanya dorongan dari para pengusaha penampung benih jagung, Tendri pun mulai menggunakan benih premium demi mendapatkan hasil jagung yang berkualitas baik. Alhasil, dengan kualitas jagung yang baik, penghasilan Tendri pun bertambah.

“Peningkatan penghasilan saya yang sebelumnya kalau saya menanam 2 hektare, saya hanya dapat 5 ton dan dijual dengan harga Rp2.400, sekarang berubah. Kalau saya menanam pada lahan seperempat hektare dengan benih NK Sumo 5 kilogram, saya bisa dapat hasil 2,6 ton dan saya jual dengan harga Rp 4.400,” ungkapnya.

Tendri bersyukur, pertanian jagung benar-benar menjadi berkah baginya.

“Berkat tanam jagung dan kerja sama ini, sekarang anak-anak saya sudah ada yang di Jakarta dan sementara persiapan ke Jepang. Satunya lagi sementara kuliah di Universitas Tadulako, dan satunya lagi sementara ikut pesantren di Trenggalek,” pungkasnya bangga.

 

Ditulis oleh: Ebenhezer S. Matana, Konsultan Eksternal Proyek Moringa Wahana Visi Indonesia


Artikel Terkait