Cegah Kasus Kekerasan Anak Lewat Sistem Berbasis Masyarakat

Cegah Kasus Kekerasan Anak Lewat Sistem Berbasis Masyarakat

Kasus Covid-19 yang kian meningkat ternyata turut berdampak pada bertambahnya kasus kekerasan anak selama masa pandemi. Hadirnya sistem Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) membantu setiap orang tua dan anak untuk melakukan pencegahan, mengakses informasi dan merespons saat kekerasan terjadi. Hal ini seirama dengan yang disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada acara Peluncuran Kajian dan Panduan PATBM dalam Masa Pandemi COVID-19, Rabu (14/7/2021).

PATBM dirasa perlu bagi warga dan anak-anak. Hal ini terungkap dari hasil Kaji Cepat PATBM pada Masa Pandemi COVID-19 yang dilakukan oleh WVI dan KemenPPPA.

“Hampir seratus persen anak di desa dan kelurahan merasakan kehadiran PATBM, karena membantu pencegahan keterpaparan COVID-19, dan membantu anak menghindari tindak kekerasan selama pandemi. Panduan PATBM juga penting untuk mempromosikan berbagai protokol dalam upaya perlindungan anak dari paparan COVID-19 mulai dari tingkat kampung/desa/kelurahan," ujar Bintang.

Seorang responden anak asal Jakarta mengatakan, kekerasan memang dialami oleh kebanyakan anak dan itu berasal dari para orang tua. Lontaran kata-kata kasar kepada anak sudah menjadi hal yang wajar didengar selama masa pandemi. Tak jarang, anak-anak juga ditemukan bekerja.  

“Mungkin beberapa insiatif anak sendiri karena terpaksa dengan kondisi keuangan keluarga. Ada juga pernah nemuin orang tua mengamen bawa bayi diajak ke jalan. Terus anaknya disuruh mengamen juga lalu dimintai duit, padahal anaknya masih kecil,” jelasnya.

Hadirnya Kajian dan Panduan PATBM dalam Masa Pandemi COVID-19 diharapkan bisa membantu para aktivis/kader dalam mendukung anak dan orang tua di masa pandemi. Selama pandemi COVID-19, para aktivis/kader PATBM menghadapi berbagai tantangan. Namun, mereka tetap berjuang untuk memberi informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk melindungi anak dari paparan COVID-19 maupun dari kekerasan selama pandemi.

Willem Elliata Bisai, aktivis PATBM Manokwari, Papua Barat mengatakan, meski pandemi, kegiatan-kegiatan dilakukan dengan cara-cara baru, sesuai dengan adaptasi kebiasaan baru. Namun, hal yang paling sulit adalah ketika ada orangtua anak positif COVID-19.

"Untuk bertemu atau melakukan sesuatu jadi sulit, karena kami juga harus menjaga diri kami dari paparan COVID-19," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Tim Perlindungan Anak WVI Emmy Lucy Smith mengatakan, sistem PATBM berjalan dengan maksimal karena para penggiat PATBM bergerak dengan hati dan kepedulian kepada anak. Mereka adalah orang-orang yang paling bisa melihat kebutuhan anak, terutama anak-anak yang membutuhkan pengasuhan sementara di masa pandemi.

CEO & Direktur Nasional WVI Angelina Theodora juga mengambahkan, dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak termasuk pemerintah, lembaga kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh adat, warga dan anak sendiri untuk memberikan perlindungan terbaik bagi anak.

“Kami berharap kehadiran panduan PATBM ini dapat mendukung upaya perlindungan anak yang lebih baik lagi oleh kita semua," pungkas Angelina.
 

Ditulis oleh: Amanda Putri & Putri ianne Barus, Communications Department Wahana Visi Indonesia


Artikel Terkait