Ladang Ekonomi bagi Perempuan-perempuan Alor

Di Alor, Nusa Tenggara Timur, perempuan dikondisikan tidak berjodoh dengan ekonomi. Kentalnya budaya patriarki yang bernuansa relasi kuasa membentuk batasan akses dan partisipasi perempuan dalam beberapa sektor, termasuk ekonomi. Perempuan yang berada di posisi inferior seringkali dipandang melangkahi superioritas laki-laki bila berhasil menjadi bread winner dalam keluarga.
Klerci, perempuan Alor, awalnya memiliki pemahaman yang terbatas tentang isu gender. Selama 41 tahun hidupnya, ia tumbuh dalam budaya patriarki. Peran laki-laki dan perempuan tegas berbeda, yang satu tidak boleh melampaui batas yang lain. Ia merasa terjebak dalam sistem yang menuntut bahwa laki-laki masih memiliki tanggung jawab utama dalam pengelolaan keuangan. Ia juga menyaksikan bagaimana perempuan lain di sekitarnya tidak memiliki ruang dalam pengelolaan ekonomi keluarga.
Namun, perubahan mulai terjadi ketika ia berpartisipasi dalam Training of Trainers mengenai Gender Inclusive Financial Literacy Training (ToT GIFT) pada tahun 2022. Kegiatan ini membuat Klerci belajar bahwa pengelolaan keuangan keluarga seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, antara perempuan dan laki-laki. Kegiatan pelatihan ini difasilitasi oleh staf Wahana Visi Indonesia dan World Vision Australia atas Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade melalui Australian NGO Cooperation Program (ANCP).
Sehari-hari, Klerci bekerja sebagai staf divisi pemasaran di salah satu koperasi di Alor. Ia sudah bekerja selama delapan tahun. Ia merasa beruntung karena memiliki kesempatan untuk menjadi perempuan yang bekerja. Perspektifnya akan isu pemberdayaan ekonomi perempuan jadi lebih mendalam. Kepekaannya akan tantangan dan realita kehidupan perempuan yang tinggal di bawah budaya patriaki juga semakin terasah.
“Kegiatan ini mengubah pandangan saya. Saya menyadari bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama penting dalam mengelola keuangan dan itu membuat saya memahami pentingnya perencanaan finansial dalam keluarga,” ungkapnya. Kegiatan ini bukan hanya mengubah pemahaman Klerci, tetapi juga menginspirasi serta menguatkan tekadnya untuk menjadi perempuan yang membiayai pendidikan saudara-saudaranya.
Klerci berhasil mendukung pendidikan tiga dari lima saudaranya. “Sebelum ToT, saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk membantu saudara saya. Namun, kini saya percaya bahwa tindakan kecil dapat membawa perubahan besar,” tuturnya. Kini Klerci merasa berdaya dan berkomitmen terus mendukung pendidikan anggota keluarganya. Ia memulai perjalanannya sebagai perempuan berdaya di keluarganya sendiri, baru kemudian menjadi contoh pagi perempuan lain di Alor.
Sejak 2022 hingga 2024, Klerci menyebarkan ilmu yang ia peroleh dari ToT GIFT kepada perempuan-perempuan di Alor. Ia berhasil memfasilitasi pelatihan GIFT sebanyak 11 kali. Pengalamannya ketika pertama kali memfasilitasi pelatihan memberi kesan tersendiri. “Saya harus beradaptasi dengan latar belakang peserta yang literasinya berbeda-beda dan itu membuat saya belajar untuk lebih sabar,” kenangnya. Dalam proses tersebut, Klerci tidak hanya belajar mengkomunikasikan materi, tetapi juga mengembangkan kemampuan sebagai fasilitator yang baik.
Contohnya, Klerci mampu memetakan kebiasaan masyarakat Alor yang patriarkis. Apa yang ia temukan ini dapat ia paparkan dengan cara yang mudah dimengerti dan tanpa mengintimidasi para peserta. “Saya menggunakan kesempatan ini untuk berbagi mengenai kesetaraan gender, berharap dapat membuat perubahan dalam pola pikir masyarakat,” jelasnya.
Klerci merasa bahwa setiap sesi yang ia fasilitasi tidak hanya membekali peserta dengan pengetahuan, tetapi juga meningkatkan kesadaran mereka akan kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Klerci juga menyadari bahwa peningkatan kemampuannya dalam memfasilitasi berkontribusi pada perubahan signifikan di tempat kerjanya. “Sebelum GIFT, saya hanya berbicara tentang promosi. Kini, saya bisa berkontribusi dalam mendampingi kelompok UMKM dan membantu mereka memahami hak dan kewajiban mereka,” ucapnya bangga.
Setelah merasakan manfaat dari mempelajari GIFT, ia berharap GIFT disebarluaskan dalam pendidikan pranikah. Ia merasa, materi-materi GIFT bisa membangun dasar yang kuat dalam pengetahuan finansial keluarga dan kesetaraan gender. “Keluarga harus melek literasi keuangan. Saya juga berharap pemerintah dan Gereja lebih proaktif mensejahterakan masyarakat melalui pelatihan GIFT,” tukasnya.
Dengan semangat yang tinggi, Klerci fokus pada misinya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam budaya Alor yang masih patriarkis. Dia percaya bahwa hidup bukanlah kebetulan, semua dapat direncanakan dan diusahakan. Melalui perannya sebagai fasilitator, Klerci terus berjuang untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat, sekaligus menjadi inspirasi bagi perempuan dan keluarga di sekitarnya.
“Terima kasih banyak kepada Wahana Visi Indonesia yang telah berkolaborasi dengan semua mitra untuk berkampanye terkait gender dan literasi keuangan. Kami berharap WVI tetap mendukung untuk bekerja bersama kami sehingga menjangkau banyak orang paham terkait gender dan literasi keuangan,” pungkas Klerci.
Penulis: Yantome Hambur (Koordinator DME proyek INCLUSION di Nusa Tenggara Timur)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)