Melakukan yang Berbeda dengan Pendidikan Karakter Kontekstual

Melakukan yang Berbeda dengan Pendidikan Karakter Kontekstual

Mengajar dengan berpatokan hanya pada buku pelajaran bisa dilakukan oleh banyak pengajar, tetapi menciptakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan membuat murid bahagia, tidak semua pengajar bisa melakukannya. Namun, berbeda dengan kebanyakan sekolah di Kabupaten Sikka. Berkat pendidikan karakter kontekstual yang diajarkan Wahana Visi Indonesia (WVI), banyak pengajar mampu menerapkan pola pengajaran menyenangkan kepada anak di sekolah.

Salah satunya terjadi di PAUD Pelita Hati Pautorot di Desa Wolomotong. Sebastian Soba, pengelola PAUD ini mengatakan, awalnya WVI datang dan memberikan anjuran untuk mengubah konsep PAUD menjadi pengembangan anak usia dini sehingga membuat pola pengajaran di PAUD menjadi lebih menyenangkan. Namun, Soba mengaku sempat ragu dan mengeluh akan konsep tersebut.

“Dalam prosesnya saya berpikir, ada hal-hal yang kita lupakan seperti kesehatan, perlindungan dan pengasuhan (dalam PAUD). Akhirnya saya ikut usulan WVI dan saya dipersilakan untuk magang di PAUD HI di Manggarai,” cerita Soba.

WVI memperkenalkan pendidikan karakter kontekstual dengan berlandaskan pada pembelajaran konteks lokal yang dikenal masyarakat Sikka sebagai konteks Kulababong. Menurut Soba, Kulababong sendiri merupakan prinsip pembelajaran lokal yang dimiliki masyarakat Sikka yang kerap dilupakan. Padahal, setelah ditelaah lebih lanjut, konteks Kulababong memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat.

Menerapkan konteks Kulababong berarti pengajar perlu menerapkan komunikasi, implementasi, toleransi dan kedisiplinan. Soba dan para tutor PAUD lainnya telah rutin mendapatkan pelatihan pendidikan karakter kontekstual dari WVI dan mulai menerapkannya pada sistem pembelajaran di PAUD.

“WVI mengajarkan sistem enam sentral. Mengajarkan kurikulum, permainan dan disesuaikan dengan perkembangan anak, dan kurikulum disesuaikan dengan konteks lokal atau Kulababong,” lanjut pemimpin PAUD dengan jumlah 34 orang siswa ini.

Berbeda dengan Soba dan timnya yang perlahan mulai menerapkan pendidikan karakter kontekstual berkonteks Kulababong, SD Katolik Napungliti di Desa Hepang sudah melakukannya sejak 2013. Densius Muat Lado, seorang guru di sekolah ini mengatakan, sebelum melakukan pendidikan karakter kontekstual dengan semangat Kulababong, guru-guru hanya terbiasa mengajar di dalam kelas dan berfokus pada buku pelajaran. Namun, setelah menerapkannya, guru mulai melakukan pembelajaran di luar kelas, dan memperluas sumber pembelajaran dengan permainan, atau tarian adat yang digunakan sebagai alat peraga.

“Kami guru lebih kreatif dalam pembelajaran baik di dalam maupun luar kelas, sehingga anak-anak kami pun senang untuk mengikuti pembelajaran … Kami pun merasa senang, siswa dan guru di sini memiliki karakter yang lebih bagus dan dalam pembelajarannya semakin menyenangkan,” ungkapnya.

Area Program Sikka WVI telah mendampingi masyarakat dan anak-anak di Kabupaten Sikka pada 2008-2021. Tak hanya menyasar pada program pendidikan, WVI juga berfokus pada program perlindungan anak dan pengembangan kapasitas anak dalam mengimplementasikan kegiatannya. Kehadiran WVI di kabupaten ini diharapkan telah memberikan banyak dampak dan perubahan bagi anak dan masyarakat Kabupaten Sikka.

Ditulis oleh: Putri ianne Barus, Communications Officer Wahana Visi Indonesia


Artikel Terkait