Mengenal 3 Upacara Adat Suku Asmat di Papua

Mengenal 3 Upacara Adat Suku Asmat di Papua

Suku Asmat di Papua adalah suku yang hidup di pulau-pulau kecil dengan vegetasi bakau dekat laut, di sisi selatan bagian barat Pulau Papua.

Orang-orang pesisir ini menempati daerah rawa dataran rendah yang luasnya kira-kira 9.652 mil persegi (25.000 kilometer persegi) di barat daya Papua Irian Jaya. Populasi Asmat diperkirakan sekitar 65.000 orang, tinggal di desa-desa dengan populasi hingga 2.000 orang.

Bahasa mereka adalah bahasa Papua yang dikenal sebagai Asmat-Kamoro, yang memiliki lebih dari 50.000 penutur.

Masyarakat suku Asmat di Papua percaya bahwa mereka muncul dari kayu. Karena itu, kayu itu sakral bagi mereka. Bahkan di zaman kuno mereka mengukir benda-benda indah dari kayu. Suku Asmat dianggap sebagai pemahat kayu terbaik di zaman batu dan banyak ukiran ukirannya ada di museum di seluruh dunia.

Mengenal Suku Asmat

Suku Asmat di Papua merupakan suku yang berasal dari Papua dan terbagi menjadi dua yakni mereka yang tinggal di pedalaman dan pesisir. Gaya hidup, cara berpikir, struktur sosial dan kehidupan sehari-hari kedua suku Asmat ini sangat berbeda. Misalnya suku Asmat di pedalaman biasanya memiliki pekerjaan sebagai pemburu dan petani kebun. Sedangkan mereka yang tinggal di pesisir lebih memilih menjadi nelayan.

Kemiripan tersebut dari ciri fisik, dimana suku Asmat rata-rata memiliki tinggi badan sekitar 172 cm, untuk laki-laki dan 162 untuk perempuan. Warna kulit mereka umumnya hitam dengan rambut keriting. Kemiripan ini disebabkan karena suku Asmat masih merupakan keturunan dari bangsa Polinesia.

Suku Asmat di Papua menyebar dari pantai Laut Arafuru, hingga Pegunungan Jayawijaya. Luasnya wilayah Kabupaten Asmat membuat jarak antar kampung atau desa dengan kecamatan sangat jauh. Belum lagi kontur tanah yang berawa-rawa.

Suku Asmat dikenal sebagai pengukir yang handal dan diakui dunia internasional. Ada banyak jenis dan ragam ukiran suku Asmat. Biasanya ukiran yang mereka hasilkan bercerita tentang sesuatu, seperti kisah nenek moyang mereka, keseharian mereka, dan kecintaan mereka terhadap alam. 

Suku Asmat di Papua menikmati tarian dan nyanyian yang biasa mereka bawakan saat menyambut tamu, menghadapi musim panen, atau bahkan memberi penghormatan kepada arwah leluhur mereka. Walaupun budaya modern telah banyak mempengaruhi kehidupan mereka, namun untuk urusan tradisi dan adat istiadat masih cukup kental dan sulit dihilangkan.

Upacara Adat Suku Asmat di Papua

Ritual Kematian

Bagi suku Asmat Papua, kematian seseorang bukan disebabkan oleh hal-hal yang wajar melainkan oleh roh jahat yang mengganggu dan menyebabkan kematian orang tersebut. Oleh karena itu, masyarakat Asmat percaya bahwa anggotanya yang sakit harus dibuatkan pagar yang terbuat dari dahan pohon palem.

Tembok itu bertujuan agar roh-roh jahat di sekitar mereka menjauh dan tidak kembali lagi. Orang Asmat juga akan berkerumun di sekitar orang sakit meski tidak mengobati atau memberi makan. Namun, setelah orang sakit meninggal, mereka akan berebut berpelukan dan berguling-guling di lumpur.

Jenazah kemudian akan diletakkan di atas para atau anyaman bambu hingga membusuk. Orang Asmat akan menyimpan tulang belulangnya di pohon kayu.

Mbismbu

Upacara Mbis adalah pemahatan patung tugu leluhur atau kerabat yang telah meninggal. Upacara adat suku Asmat di Papua  ini dimaksudkan agar mereka selalu mengenang kerabatnya yang telah meninggal. Jika kematian itu karena dibunuh, mereka juga akan membalas dendam dengan membunuhnya.

Upacara Yentpokmbu

Dalam tradisi suku Asmat juga terdapat bangunan yang disebut Rumah Bujang atau biasa dikenal dengan Jew. Rumah ini merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dari kehidupan suku Asmat.

Saking pentingnya, ketika hendak mendirikannya harus diadakan upacara khusus terlebih dahulu. Hanya pria yang belum menikah yang diperbolehkan tinggal di rumah bujang. Kecuali saat ada acara besar, wanita kadang-kadang diperbolehkan masuk ke rumah bujang.

Kelompok Asmat memberi nama rumah bujang sesuai dengan nama pemiliknya. Mereka akan menggunakan rumah bujang untuk kegiatan keagamaan atau non-keagamaan, dan juga untuk pertemuan keluarga. Namun, dalam kondisi tertentu, misalnya saat penyerangan, perempuan dan anak-anak diperbolehkan masuk.

Setiap desa memiliki seorang bujang dan merupakan pusat kehidupan suku Asmat. Matias mengatakan, rumah bujang adalah rumah inisiasi, dimana para pemuda (laki-laki) dalam masyarakat Asmat mendapatkan inisiasi, seperti berkelahi, memukul tifa, memancing dan cerita tentang leluhur.

Ia mengatakan bahwa dalam bahasa Asmat, bujang berarti roh. Dengan demikian, setiap kelompok masyarakat tidak terpencar-pencar. Rumah adat suku asmat di Papua ini terbuat dari kayu lokal dan rotan serta daun lontar sebagai atapnya. Rumah ini juga memiliki 7-10 pintu dengan satu wair (tungku utama), serta sejumlah tungku lainnya di kanan dan kiri. Arti pintu dan perapian menunjukkan jumlah keluarga atau marga di setiap desa.

Dalam adat masyarakat suku Asmat, setiap marga atau keluarga disediakan dua pintu dan dua perapian. Dalam tradisi masyarakat Asmat, rumah bujang tidak dilihat dari segi panjang dan lebar atau ukuran rumah bujang. Hal itu karena, rumah bujang telah diwarisi dari nenek moyang dan para leluhur masyarakat Asmat. Perapian dan kompor menjadi simbol tempat bagi masing-masing kelompok. Pada tiang rumah rumah bujang terdapat ukiran kepala perang dari masing-masing kelompok yang telah meninggal.

Budaya Suku Asmat

Kesenian, sastra, dan musik suku Asmat di Papua sangat erat kaitannya dengan ritual dan upacara. Banyak pesta ritual menampilkan pembacaan puisi epik yang terkadang dinyanyikan selama beberapa hari. Mereka sering membahas tentang pahlawan legendaris, mitos atau kehidupan nyata.

Musik dan nyanyian dianggap sebagai ikatan sosial, rekreasi, dan kepemilikan roh. Gendang Asmat dan tanduk pengayauan dianggap suci. Drum secara tradisional dibuat dari kulit biawak yang diikat ke batang kayu berongga. 

Setelah mengenal suku Asmat di Papua, Anda akan tahu bahwa mereka memiliki banyak budaya. Mereka sangat menghormati leluhur mereka, yang dapat dilihat dalam setiap tradisi yang mereka miliki. Suku Asmat memiliki budaya yang unik dan layak menjadi objek utama yang harus dipelajari lebih lanjut saat berkunjung ke Papua. 

Wahana Visi Indonesia mengajak semua orang untuk berpartisipasi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi melalui program-programnya. Kunjungi informasi lebih lengkapnya di https://wahanavisi.org/ 

 


Artikel Terkait