Potret Pendidikan Selama Pandemi di Perbatasan Borneo

Potret Pendidikan Selama Pandemi di Perbatasan Borneo

#BersamaMelawanCovid19 - Sejak pemerintah Indonesia menetapkan Covid-19 sebagai Bencana Nasional, banyak kebijakan dan keputusan yang diambil untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Sejak itu pula segala kegiatan yang bersifat pengumpulan massa dilarang. Tidak terkecuali kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Sejak 16 Maret 2020 hingga saat ini, pemerintah mengimbau setiap peserta didik untuk belajar dari rumah baik secara daring maupun luring. Namun, pelaksanaannya bukan tanpa kendala.

Khusus bagi peserta didik yang ada di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), akses belajar secara daring dan luring sangat terbatas. Mulai dari keterbatasan buku pelajaran, kepemilikian telepon pintar, kuota internet hingga keterbatasan orangtua dalam membimbing anak-anaknya. Kabupaten Sambas merupakan salah satu kabupaten terluar yang merupakan kabupaten yang berbatasan dengan negara Malaysia.

Guna menjawab keterbatasan tersebut, Wahana Visi Indonesia (WVI) di Kabupaten Sambas melakukan pendampingan kelompok belajar untuk siswa Sekolah Dasar. Tercatat 193 anak dari 14 kelompok belajar di 6 desa mengikuti kegiatan tersebut secara rutin.

"Pendampingan kelompok belajar yang dilakukan oleh WVI ini telah berjalan sejak 27 April 2020, berupa penyediaan media dan bahan ajar serta beberapa alat pendukung pencegahan penularan Covid-19 lainnya, seperti masker, sarana cuci tangan pakai sabun, sabun cuci tangan, handsanitizer dan cairan disinfektan dan juga tidak lupa poster-poster mengenai pencegahan Covid-19 yang disosialisasikan kepada anak-anak kelompok tersebut papar," jelas Ignatius Anggoro (41), Area Program Manager WVI di Sambas.

Proses pendampingan kelompok belajar tersebut melibatkan 16 orang pendamping yang terdiri dari 7 guru dan 9 kader. WVI juga memastikan protokol kesehatan dilakukan dalam kegiatan belajar tersebut. Setiap harinya pendamping melakukan rata-rata tiga sesi dengan diikuti oleh lima anak per sesinya. Selain itu, setiap anak diharuskan duduk dengan jarak 1,5 meter dari anak lainnya.

Salah seorang guru pendamping tersebut adalah Septi. Saat ini Septi (36) masih aktif sebagai guru honorer di SDN 13 Tanjung, Kecamatan Sajingan Besar. Septi menyatakan bahwa di masa pandemi ini banyak anak yang belum bisa mengakses program pendidikan baik secara daring maupun luring.

Didorong oleh panggilannya untuk tetap melayani anak-anak di wilayahnya disertai dengan dukungan dari keluarga dan WVI, maka ibu tiga anak ini memulai sebuah kelompok belajar terbatas yang hanya melayani lima anak dalam sekali pertemuan. Menurut Septi, kegiatan belajar itu ternyata disambut dengan sangat baik oleh anak-anak dan orang tua.

"Saat kegiatan berlangsung, anak-anak sangat antusias sekali, mereka senang mengikuti kegiatan belajar ini. Materi yang disajikan beragam dan anak-anak dapat mengekspresikan perasaan mereka melalui lembar kepuasan siswa," ungkap Septi.

Salah seorang anak yang mengikuti kelompok belajar tersebut adalah Florentina (11). Siswi kelas 5 di salah satu sekolah dasar di Kecamatan Sajingan Besar ini termasuk salah satu anak yang aktif sejak proses belajar dimulai. Ia menceritakan bahwa sebelum bergabung dengan kelompok belajar dampingan WVI, dia tidak memiliki kegiatan apapun.

"Tetapi sejak bergabung, saya bisa belajar lagi dari rumah dengan didampingi oleh seorang guru," katanya.

Meski baru berjalan, semakin banyak wilayah yang kemudian tertarik melakukan hal yang sama. Dua kelompok belajar baru dari Desa Kaliau sudah bersiap memulai. Selain itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sambas, melalui Koordinator Wilayah baik di Kecamatan Teluk Keramat dan Sajingan Besar turut memberikan dukungan.

Marta, Koordinator Wilayah Sajingan Besar, sempat mengunjungi proses belajar di Desa Sanatab.

"Kalau dapat bisa dicari sekolah yang baru untuk kegiatan selanjutnya. Siapapun guru pembimbingnya saya oke saja," kata Marta.

Melalui pendampingan ini, diharapkan desa setempat dan dinas-dinas terkait bisa turut berkontribusi dalam kegiatan kelompok belajar ini. Karena kalau bukan kita, siapa lagi yang harus bertanggung jawab atas masa depan anak-anak di perbatasan negeri ini.

 

 

Ditulis oleh : Yanti Tjhang, Education Coordinator Area Program Sambas Wahana Visi Indonesia

 


Artikel Terkait