Anak yang Tumbuh dalam Kesunyian
Teflius tidak mengenal apa itu mimpi, cita-cita, dan harapan. Ia hidup dalam kesunyian. Ia tidak punya kegemaran. Anak laki-laki ini bertumbuh tanpa kasih sayang orang tua karena keduanya meninggal saat mencari kayu di hutan. Sesederhana menyebut usianya pun, Teflius tidak tahu.
Ia tinggal di satu kampung yang jaraknya 3-4 jam naik perahu dari pusat kota Kabupaten Asmat. Saat ini, Teflius diasuh oleh paman dan bibinya. Tidak sewajarnya seorang anak sependiam Teflius. Mungkin ia merasa takut dan sepi. Ia merasa banyak hal di dunia ini yang tidak ia pahami dan tak bisa ia ungkapkan.
Kehidupannya berpusat hanya di dua tempat yaitu, rumah dan sekolah. Namun, sekolah di kampungnya juga jauh dari layak. Walaupun tidak ada yang tahu berapa usia Teflius, ia terdaftar sebagai murid kelas 2 SD. Karena sangat sedikit guru yang bersedia mengabdi di kampung, kelas Teflius digabung dengan murid kelas 1. Murid-murid juga hanya punya dua pilihan mata pelajaran yaitu, matematika dan Bahasa Indonesia.
Bila diminta membaca, Teflius membutuhkan bantuan guru untuk membaca satu kata saja. Dua-tiga menit berlalu, barulah Teflius bisa membaca satu kata. Tak pernah Teflius mengerti bahwa kata demi kata bisa terangkai menjadi kalimat yang bermakna. Guru-guru pun bingung bagaimana cara mendidik anak-anak di kampung. Sebagian besar guru di sekolah Teflius tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mengajar mata pelajaran yang hanya dua buah itu.
Teflius butuh diperkenalkan dengan dunianya sendiri, dunia anak-anak. Ia perlu percaya kalau setiap anak di dunia ini berhak bercita-cita. Ia harus mengetahui bahwa "mimpi" itu nyata.
Karena mimpi sudah tersedia bagi setiap anak, termasuk Teflius. Namun ia membutuhkan kesempatan untuk menggapainya. Maukah kita menjadi #PewujudHARAPAN0 bagi Teflius? Peranmu yang sangat berarti dapat tersalurkan melalui wahanavisi.org/childhope.
Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive)